“Dasar anak durhaka….!” Maki sang ibu saat itu. Kalimat itu tergiang terus di kepala Lukman, saat itu antrian penumpang sudah bergerak maju. Keringat bercucuran bak mata air yang mengalir terus menerus. Berusaha masuk untuk mendapatkan kesempatan agar diberangkatkan lebih dulu.
Beberapa tahun yang lalu, di sebuah desa yang damai, hiduplah seorang anak bernama Lukman. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan Pak Rafli dan Bu Siti. Mereka adalah orang tua yang penuh kasih sayang dan selalu menginginkan yang terbaik untuk Lukman. Namun, sejak menginjak remaja, Lukman mulai berubah sikap. Ia lebih suka mengikuti keinginannya sendiri dan sering kali mengabaikan nasihat orang tuanya.
Orang tua Lukman selalu menasihatinya agar rajin belajar dan berteman dengan orang-orang yang baik. Sayangnya, Lukman lebih tertarik pada pergaulan yang kurang baik. Setiap kali Pak Rafli menasihatinya, Lukman hanya menganggapnya sebagai omelan yang tidak penting. Sedangkan Bu Siti, dengan lembut selalu mengingatkan Lukman untuk menjaga perilaku dan memikirkan masa depannya. Namun, Lukman tetap tidak peduli.
Seiring berjalannya waktu, Lukman semakin jauh dari orang tuanya. Ia sering menghabiskan waktu di luar rumah dan terlibat dalam kegiatan yang tidak bermanfaat. Uang saku yang diberikan orang tuanya habis tanpa bekas untuk hal-hal yang tidak berguna. Ketika orang tuanya mencoba menegur, Lukman malah membentak dan berkata bahwa mereka tidak mengerti apa yang ia inginkan.
Suatu hari, ketika pertengkaran di antara mereka memuncak, Bu Siti yang merasa sangat kecewa akhirnya berkata, “Lukman, kalau kau terus begini, hidupmu tidak akan tenang dan kau akan menjadi anak durhaka!” Kata-kata itu menggema dalam hati Lukman, namun ia tetap tidak mau mengalah. Hingga akhirnya keluarlah kata-kata makian sang ibu. “Dasar anak durhaka…!”.
Suatu Ketika Lukman bertemu dengan teman kelasnya yang sukses, dengan berpakain perlente bak pejabat pemerintah, Robby sang teman yang selalu memakai pakaian merk buatan luar negeri. Robby beberapa tahun yang lalu pergi merantau ke Jakarta dan beberapa kali terlihat di desa menggunakan kendaraan Fortuner keluaran terbaru. Lukman mengutarakan isi hatinya untuk dapat ikut serta ke Jakarta dan mendapatkan pekerjaan seperti Robby.
Di Jakarta, Lukman bekerja dengan penuh semangat dan penuh optimis bahwa ia akan menjadi orang kaya, dari mulai mengantarkan pesanan pembeli hingga menarik tagihan. Lukman menjadi orang kepercayaan Robby yang akan membela segala tindakan Robby yang dia anggap Robby selalu benar. Karirnya melesat dengan cepat, hingga akhirnya dia dipercaya untuk mengelola sebagian besar bisnis Robby.
Beberapa hari terakhir Lukman merasa suatu kehampaan, dengan segala materi yang dia dapatkan seakan-akan ada sesuatu yang kurang. Lukman tidak merasakan kebahagian dari itu semua. Teman-temannya tidak ada yang mampu menghiburnya. Sebuah bangunan mewah yang terakhir dia bangun juga tidak mampu mengobati rasa sakit dalam hatinya. Tetapi Lukman tidak tahu mengapa.
Suatu malam Lukman berjumpa dengan Dimas, sahabat lamanya. Dimas menanyakan kabar orangtua Lukman. Betapa kagetnya Lukman bagaikan tersambar petir. Dia segera sadar bahwa yang ingin diingatnya selama beberapa hari ini adalah kedua orangtuanya. Ingatannya selama ini seperti tertutup saat berusaha mengobati derita hatinya. Ya benar-benar sangat kaget. Degup jantung berdebar keras, keringat dingin bercucuran, hati seperti tersayat sembilu, semua menjadi satu.
Bersama Dimas dia bergegas, menarik tangan sang sahabat tanpa berkata-kata. Kendaraan yang biasa dia pakai juga terlupakan. Kalimat-kalimat yang diucapkan Dimas pun nyaris tak terdengar. Kendaraan yang dia tumpangi juga dibayarkan oleh sang sahabat. Setelah antrian bergerak maju, akhirnya dia berhasil masuk dalam kapal penyeberangan.
Pagi hari, di Desa setelah perjalanan yang melelahkan, dia tidak menjumpai siapapun di rumahnya. Dimas membawanya ke rumah orangtuanya. Di sanalah dia mendengar kabar perihal orangtuanya. Pak Rafli dan Bu Siti yang selama ini menderita, menanggung beban atas segala kelakuannya. Hutang-hutang yang dia tinggalkan dulu, semua itu dibayarkan oleh keringat orangtuanya. Hingga beberapa hari yang lalu mereka tewas karena kecelakan lalulintas saat keliling menjajakan dagangan.
kita tidak boleh menjadi anak durhaka,kalau kita durhaka kepada orang tua kita akan menyesal seumur hidup
kita tidak boleh melawan orang tua,dengarkan nasihat orang tua,jika melawan orang tua akan menyesal seumur hidup
Janganlah pernah melawan orang tua karna orang tua adalah kunci surga
Senakal nakal nya kita jangan sampai melawan orang tua dan jangan sampai menyakiti hati orang tua kita
dari bacaan hari ini saya belajar bahwa di dunia ini yang paling kita butuhkan dan paling penting adalah orang tua bukanlah harta atau kebebasan semata
dari bacaan di atas janganlah berbuat durhaka kepada orang tua kita sendiri dan selalu nurut apa yang di katakan orang tua kita sebelum menyesal untuk seumur hidup mu…
jadilah anak baik jangan membantah omongan orang tua
*PAHAM*🖐️
dari bacaan di atas janganlah berbuat durhaka kepada orang tua kita sendiri dan selalu nurut apa yang di katakan orang tua kita sebelum menyesal untuk seumur hidup mu…
Jangan pernah melawan pada orang tua nanti kamu akan merasakan akibat nya
senakal nakal nya kita gaboleh melawan orang tua
ingat jangan melawan orang tua mu
karna pengorbanan orang tua mu sangat besar untuk membesarkan kamu dari kecil sampai dewasa
Kita harus selalu ingat nasihat orang tua dan tidak membantah saat dinasehatin, kita tidak boleh durhaka kepada orang tua, karena bisa menyakiti hati mereka. Jadilah anak yg baik dan sopan agar hidup kita selalu bahagia.
Analisis hikayat dan cerpen
Nama:
(1)Diana Fita silfia ningsih
2 Nursila
Judul : Putri Kemuning
cerpen:Anak durhaka
Analisis unsur intrinsik:
Latar :tempat : cerpen ? disebuah desa yang damai
hikayati ?di desa kemuning
waktu :cerpen? beberapa tahun yang lalu
nikayat? berbulan -bulan
suasana: cerpen?Sedih
hikayat? Panik / menegangkan
2)Alur / plot: Rangkaian Pertama (maju, mundur, , Campuran)
cerpen:campuran
hikayat: maju
(3) Penokohan: Antagonis, protagonis, tritagonis
Cerpen : Antagonis (Lukman)
Protagonis (ibu ayah lukman)
tritagonis –
hikayat: Antagonis (9 saudara putri kemuning)
protagonis (putri kuning) tritagonis (ayahnya)
pesan /amanat:
cerpen:dari cerpen tersebut kita sama sama belajar bahwa kita tidak boleh durhaka kepada orang tua kita harus selalu patuhi semua perintah dari orng tua kita terutama ibu
hikayat:kita dapat belajar dari hikayat ini, yaitu kita harus tetep baik kepada orang lain meskipun orang lain jahat kepada kita.
Analisis Hikayat cerpen
Nama:
(1) Diana Fita Silfia ningsin
(2)Nursila
Judul: Hikayat Putri Kemuning
cerpen: Anak duruaka
Analisis unsur intrinsik!
(1)Latar/ Tempat
cerpen ? disebuah desa yg damai nikayat ?di desa kemuning
waktu: cerpen? beberapa tahun yg lalu
hikayat: beberapabulan-bulan
Suasana :cerpen? Sedih
hikayat? Panik /menegangkan
( 2) Alur/plot: Rangkaian Pertama (maju, mundur, campuran)
Cerpen :Campuran
hikayat: maju
(3) Penokohan: Antagonis, protagonis, tritagonis
Cerpen :Antagonis (Lukman) protagonis (ibu ayah lukman) tritagonis –
hikayat: Antagonis (9 saudara putri kemuning)
protagonis (putri kemuning) tritagonis ( ayahnya)
(4)pesan /amanat :
cerpen :dari cerita tersebut kita sama.belajar bahwa kita tidak boleh durhaka kepada orang tua kita harus selalu patuhi semua Perintah dari orang tua Kita terutama ibu.
hikayat :kita dapat belajar darı hıkayat Ini, yaitu kita harus tetap baik kepada orang lain meskipun orang lain jahat kepada kita.
Dari bacaan saya hari ini saya mendapatkan pelajaran bawasanya kita tidak boleh menjadi anak yang durhaka, kita harus mendengar nasihat dari orang tua, dan jangan melawan perkataan orang tua kita.
Tidak peduli seberapa sukses kita seberapa kaya kita jika tidak ada orang tua terutama seorang ibu bagi anak laki lakinya dunia terasa hampa, bahkan ketika kita sudah menemukan kebahagiaan, kebahagiaan itu sangat kurang ketika tidak ada kehadiran orang tua, seorang ibu adalah kunci semangat dan kerja keras seorang anak laki lakinya
senakal nakalnya kitaaa tidak boleh melawan orang tua karna merekalah yang membesarkan kita