“Berhenti kalian ! tetap berdiri di sana !” teriakan itu sontak menghentikan langkah para murid yang sudah siap-siap melarikan diri. Pak Anton yang dijuluki “Sang Penakluk” oleh para murid adalah guru yang bertugas menangani kedisiplinan siswa. Sakha, Nauval Adit dan Deo berdiri menunduk menyembunyikan wajah mereka setelah tertangkap basah melompat pagar untuk bolos sekolah. Pak Anton mendongakkan kepalanya. “Turun kau berandal !” bentaknya pada seorang murid yang masih ada diatas pagar. Reno yang bertubuh gempal rupanya tertinggal saat melompat dan masih “nyangkut” diatas pagar.
Di tengah lapangan sekolah dengan matahari terik diatas kepala, mereka mendongakkan kepala dengan sikap hormat kepada Bendera Merah Putih yang melambai-lambai seolah sedang mengejek. Kelima murid itu sedang di jemur oleh Pak Anton. Rotan ditangannya di tepuk-tepukan ke telepak tangan sambil berjalan memeriksa kelima muridnya itu satu per satu. “ Ini sudah kesekian kalinya kalian melakukan pelanggaran, kalian lagi, kalian lagi, kalian ini benar-benar ya ! Apa kalian tidak bosan keluar masuk ruang BK ?” bentak Pak Anton marah. “Kalian tetap disini sampai jam istirahat, Bapak akan mengawasi kalian” sambungnya. “ Jangan turunkan tangan !” bentak Pak Anton cepat ketika melihat Deo menurunkan tangan dari sikap hormat bendera. Deo cemberut tapi tetap mengikuti intruksi dari Pak Anton.
Di ruang konseling Bu Intan tampak sedang menjelaskan kepada para wali murid yang hadir atas alasan mereka diundang ke sekolah. Beberapa orang tua tampak menahan amarah dan beberapa tetap tenang mendengarkan penjelasan yang diberikan. Di ruang terpisah, kelima murid duduk dengan gelisah.
“Kali ini aku akan mati, Ayahku pasti marah besar” kata Nauval.
“Diam kau ! kita semua akan mati” kata Sakha.
“Aku bisa-bisa di pindahkan ke pondok pesantren” Adit terdengar mengeluh.
Deo tertunduk lesu sambil melamun sedangkan Reno si “bungsu” nampak menangis. “Huwaaa….bagaimana kalau kita dikeluarkan dari sekolah ? Ayaaaah…Reno minta maaf… Huwaaa…” tangis Reno sambil merengek.
Keempat temannya reflek menoleh kearah Reno dengan tatapan tajam. Reno terdiam, dengan wajah bingung melihat tatapan teman-temannya. “ Kalian kenapa ? Aku salah apa ?” tanya Reno dengan wajah polos. Sakha melotot ke arah Reno. Nauval mengepalkan tinjunya ke wajah Reno. Adit menunjukkan wajah sinisnya sedangkan Deo menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil menahan geramnya. “Aaaargh ! Reno, ku hajar kau nanti !”
Waktu berlalu, lima sekawan melewati hari-hari di sekolah dengan semua kisah persahabatan mereka. Konflik, suka duka, dan tentu saja kisah kejar mengejar dengan Pak Anton ada didalamnya. Sampai tibalah hari yang dinanti-nanti. Hari ini adalah hari Istimewa di sekolah, karena hari ini dilaksanakan resepsi pelepasan siswa kelas XII. Tenda dan panggung serta dekorasi terpasang megah di halaman sekolah. Bunga papan ucapan selamat hari kelulusan dari berbagai instansi relasi sekolah berjejer rapih menambah suasana meriah. Para pengisi acara tampak bersiap-siap di ruang seni. Lima sekawan sudah hadir dengan setelan jas hitam dan kemeja putih lengkap dengan dasi. Mereka tampak rapih dan istimewa, mereka akan diwisuda.
“Hampir gak percaya ya, akhirnya kita lulus SMA. Ya Allaaah…..Reno lulus ya Allaaah !” Reno melompat-lompat girang.
“Lebay…. memangnya cuma kamu yang lulus” ucap Sakha
“ngomong-ngomong gue ganteng juga ya ? Ahaaaayy….” sambung Deo sambil merapihkan jasnya yang langsung di respon teman-temannya serempak “Huuuuuuu……”
Kegiatan wisuda berjalan lancar, seluruh wisudawan dikalungkan medali kelulusan dan dilanjutkan sesi foto Bersama. Senyum bahagia terpancar di wajah mereka. Salam dan peluk perpisahan diantara sesama murid dan guru menambah suasana haru. Di akhir acara lima sekawan menjumpai Pak Anton yang sedang santai menyeruput kopi hitamnya. Pak Anton diam sejenak memperhatikan penampilan kelima muridnya yang hari ini tampak berbeda. “Kalian ganteng juga ya kalo tidak pakai seragam sekolah” kata Pak Anton sambil tersenyum. Sakha maju selangkah mendekati Pak Anton. “Pak, kami mau mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan Bapak selama ini, dan kami juga minta maaf kalau selama ini kami sering buat Bapak marah, jengkel, bosan, menghadapi kenakalan kami. Do’akan kami agar kami sukses ya Pak” kata Sakha.
Adit maju dan mengeluarkan sebuah kotak besar dengan hiasan pita diatasnya. “Pak, kami ingin memberikan hadiah ini sebagai kenang-kenangan dan sebagai ucapan terimakasih dari kami” Adit menyodorkan kotak besar itu ke Pak Anton.
Pak Anton berdiri menerima kotak itu “Apa ini ? kalian ini ada-ada saja. Sudah lulus masih saja ganggu Bapak” kata Pak Anton.
“Buka pak !” kata Reno dan Deo bersamaan
Pak Anton berlahan membuka kotak hadiah itu. Wajahnya berbinar, matanya berkaca-kaca. Sepasang sepatu warna hitam mengkilap sangat indah dengan sebuah surat dari lima sekawan.
“Sepasang sepatu untuk Pak Anton, semoga Bapak berkenan” Kata Nauval .
“Jangan pernah bosan membimbing murid-murid seperti kami ya Pak. Para murid butuh guru yang peduli seperti Bapak. Yang akan tetap mendampingi dan mengantarkan kami sampai di hari kelulusan” ucap Sakha.
Pak Anton menatap wajah kelima muridnya itu dengan haru. Ia meletakkan kotak hadiah itu di meja, lalu memeluk kelima muridnya. Mereka berpelukan erat. Haru dan bahagia, itulah yang mereka rasakan.
“Jalan kalian masih panjang, teruslah melangkah, gapai cita-cita kalian. Jika kalian sudah sukses nanti, datanglah temui Bapak yang mungkin sudah berkeriput, bahkan mungkin sudah pensiun. Datanglah dengan kesuksesan kalian. Karena itulah kebahagiaan seorang guru. Melihat murid yang dulu pernah dididiknya menjadi seorang yang sukses ” Kata Pak Anton
Hari itupun berakhir dengan perpisahan yang membahagiakan.