Di antara deret huruf, kata, dan klausa.
Kau bertengger untuk dan atas nama sebuah eksistensi diri.
Kaubungkus idealisme dirimu dalam balutan kata manis penuh pesona.
Namun tak jarang kutatap amarahmu berkobar menerjang segala rupa.
Kau selalu tampak tegak di antara terjangan arus yang tetiba deras.
Kau selalu tampil di depan seakan siap menjadi martir bagi mereka.
Kau tangguh
Kau keras kepala, namun hatimu tulus.
Kepada yang lemah dirimu begitu lembut..
Terjal karang di lautan biru.
Bukan lawan kekuatan jiwamu.
Liar..
Tangguh.
Kau bahkan terus merayap tatkala punggungmu tertindih selaksa beban.
Tiada pernah kudengar kata menyerah dari bibirmu yang bersahaja.
Tiada pernah kudengar umpatan atau cacian
Tiada keluh-kesah dan materi yang kau bincangkan.
Kau penuntun dan teladan bagiku Mbak Un.
Juga bagi yang lain yang haus akan petuah.
Dua dasawarsa berlalu sudah.
Kini usia tak muda lagi.
Perlahan namun pasti,
Mbak Un kini merefleksi diri.
Jiwa merunduk memasrah diri.
Kerasnya hati melunak kini. Tutur sapa bijak bestari.
Menjadi tauladan kini dan nanti.
Di tangan Uni ada ilmu dan ada semburat lelah pengabdian.
Semua berpindah menjadi warisan.
Kepada yang muda pasti Uni berharap.
Menjadi estafet penjaga zaman.
Tiada kata yang bisa kuuntai untuk Mbak Un. Kecuali sebait ucapan terima kasih.
Untuk semua petuah dan keteladanan.
Dan segala rupa wejangan serta perhatian yang penuh makna.
Setiap kata yang kauucap adalah pelajaran.
Sebagai bekal menapaki masa depan.