Aris adalah sosok pemuda usia kepala tiga yang sukses. Dia menduduki jabatan sebagai manager perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa sarana produksi perikanan di antaranya penyuplai pakan udang yang cukup terkenal. Wilayah kerjanya meliputi Provinsi Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Kepulauan Bangka Belitung. Kantor yang dia tempati adalah gedung berlantai 10 di kawasan industri yang lokasinya berada di daerah Teluk Betung, Bandar Lampung.
Siang ini Aris duduk di ruang kerjanya. Di hadapannya terpampang pemandangan atap rumah warga yang berjejer menandakan pemukiman padat penduduk. Di kejauhan terlihat kapal-kapal yang memuat kontainer di pelabuhan Panjang. Birunya laut melatarbelakangi pemandangan. Sejenak Aris menghentikan pekerjaannya saat Fitri, sang sekretaris mengetuk pintu dan meminta izin memasuki ruangan. “Pak mengingatkan besok Bapak ada jadwal memenuhi undangan sebagai guru tamu di SMK Negeri 2 di Kalianda jam 09.00 WIB”, ujar Fitri lembut penuh hormat. Aris memicingkan matanya dan menjawab, “Baiklah, tolong atur rapat dengan rekan besok lusa supaya saya bisa sedikit lama di sana sambil bernostalgia di sekolah almamater saya”.
Ya, Aris merupakan lulusan angkatan pertama sekolah itu, SMKN 2 Kalianda. Karena perusahaannya menjalin kerjasama MoU dengan sekolah tersebut, maka hal inilah yang membuatnya terpanggil menjadi guru tamu.
Keesokan harinya dengan kendaraan CR-V keluaran terbaru. Aris meluncur menuju Kalianda tanpa didampingi sopir. Ya, seperti perkataannya kemarin, dia ingin bernostalgia. Ingatannya melayang ke masa-masa 20 tahun yang lalu, saat itu tubuh kurusnya mengayuh sepeda tua milik ayahnya. Rumahnya tak jauh dari sekolah, hanya di kawasan Jalan Cinta di belakang Kompleks Pemda Lampung Selatan. Saat ini karena kesibukannya mengurus pekerjaan untuk wilayah Sumbangsel, dia menjadi jarang pulang ke kampung halamannya. Undangan dari SMKN2 Kalianda ini seperti membuka memori yang telah lama tersimpan.
Dulu, yahh… dulu sekali, sekitar dua dekade lalu, Aris memilih jurusan perikanan. Banyak sekali kenangan indah selama sekolah. Hatinya bergumam, “Seperti apa ya, tampilan sekolahku sekarang?” batin nya.
Sambil menyetir mobilnya, Aris mengingat-ingat bagaimana dulu dia pernah dihukum dengan cara dijemur di lapangan sekolah karena lupa membawa dedak untuk bahan pembuatan pakan ikan. Saat itu karena baru angkatan pertama, fasilitas belum lengkap sehingga siswa diminta membawa bahan praktik dari rumah. Kebetulan di samping rumah Aris ada deretan sawah menghijau dan ayahnya juga petani sehingga membawa dedak harusnya bukan pekerjaan berat. Tapi naas, hari itu Aris terburu-buru ke sekoah sehingga lupa membawa dedak. Mengingat hal memalukan itu Aris tersenyum sendiri di dalam mobil.
Tak lebih dari satu jam perjalanan, kemudian Aris tiba di SMK Negeri 2 Kalianda. Setelah memarkir CR-V kesayangannya, Aris menuju kantor kepala sekolah. Sekilas dia merasa takjub dengan perubahan infrastruktur yang sangat pesat. Dulu pohon mahoni di parkiran motor belum setinggi sekarang. Baru melangkah di halaman depan saja, Aris sudah merasakan atmosfer yang berbeda. Apalagi ada kolam yang dihias megah dengan tembok yang kokoh dan artistik bertuliskan “SMK NEGERI 2 KALIANDA” di depan kantor tata usaha serta suara gemericik air di kolam itu, membuat suasana hatinya semakin takjub dan syahdu.
Beberapa saat setelah diterima kepala sekolah, Aris langsung diantar menuju aula yang letaknya di bagian belakang sekolah. Aris semakin kagum memandang lingkungan sekitar ruang guru dan area masjid kearah aula. “Wah sudah padat dan keren ya. Dulu belum ada ruang-ruang kelas di sekitar ruang guru ini, tapi sekarang sudah berjajar beberapa kelas tambahan”, katanya dalam hati.
Sesampainya di aula, Aris melihat peserta didik yang jumlahnya berkisar 100 orang sudah berkumpul. Pada kesempatan itu Aris diperkenalkan sebagai salah seorang alumni SMKN2 Kalianda. Aris menyampaikan materi tentang budaya kerja di perusahaan. Manager ganteng yang biasa disapa Bos Ar ini memaparkan bagaimana seorang karyawan harus bersikap ideal di perusahaan. Tentu saja apa yang disampaikan Aris tidak ada di buku pelajaran mana pun. Itu semua didapatkan seseorang semata – mata dari pengalaman kerjanya. “Sikap budaya kerja dikenal dengan istilah soft skill”, ujar Aris memberi stressing. “Dengan pengalaman managerial, seorang karyawan sangat penting memiliki sikap disiplin tinggi, baik dalam pelaksanaan kerja maupun dalam mengoperasionalkan mesin yang berisiko kecelakaan kerja tinggi”, papar Aris dengan sungguh-sungguh. Tak lupa Aris menyelipkan wejangan bagaimana cara bersikap dan bertutur kata yang sopan, ramah serta bagaimana tatacara bergaul dengan sesama karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan menyenangkan. Itu semua merupakan kecakapan emosional yang sangat diperlukan saat bekerja nanti. Mendengar penuturan dan sharing pengalaman Sang Manager Tampan, semua siswa seperti terhipnotis. Mereka menyimak dengan serius, pandangannya tak lepas ke wajah Aris. Sesekali mereka terlihat manggut-manggut dan kadang tersenyum lebar. Melihat respon positif siswa jurusan APL (Agribisnis Perikanan Laut) yang antusias, Aris pun tampak sumringah dan bersemangat.
Usai sesi pemaparan materi, di saat sesi tanya jawab, Rini salah seorang siswa perikanan menanyakan tentang dampak ketarunaan yang sekarang dijalankan di SMK Negeri 2 Kalianda bagi dirinya. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Aris membuat analogi bahwa dalam proses pembuatan pisau misalnya, maka bahan baku yang berupa besi atau baja harus dipanaskan dengan suhu mencapai ribuan derajat celcius sehingga warna besi itu berubah menjadi merah membara. Kemudian besi yang membara merah saga itu ditempa, dipukuli berkali-kali dengan godam, palu raksasa yang sangat keras dan berat untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan. Setelah mencapai bentuk tertentu barulah besi panas itu dicelupkan ke dalam air dingin. Selanjutnya pisau itu diasah, disayat menggunakan gerinda untuk memperhalus permukaanya agar memiliki ketajaman. Makin lama diasah, maka semakin tajam pisaunya. Setelah melalui proses yang panjang, berat, sulit dan rumit barulah pisau itu siap digunakan. Jika saja besi itu bisa bicara saat dibakar, dipukuli dengan godam, dan digerinda, mungkin sudah sangat serak besi itu menyuarakan kesakitan dan kepedihannya. Tapi apa yang didapatkan dari besi itu setelah melalui proses demi proses yang begitu sulit dan menyakitkan? Dia menjadi barang yang mempunyai nilai jual dan manfaat. Mendengar cerita analogi Pak Manager yang logis dan sistematis itu, anak-anak takjub dan mengangguk-angguk tanda sependapat.
Aris pun menambahkan bahwa dalam mencari pekerjaan itu sulit. Untuk mendapatkannya diperlukan orang yang tangguh dan cakap karena formasi yang ada mensyaratkan hal itu. Untuk bisa mencapai hal itu, tentu saja tak lepas dari kedekatan kita kepada Allah sebagai peneguh dan yang Maha Memudahkan jalan kita.
Rini dan seluruh peserta yang ada di ruangan aula menyimak dengan rasa gembira sambil sesekali menganggukan kepala dan kadang tersenyum penuh harap.
Dua jam berlalu, tak terasa dilalui dengan suka cita oleh semua yang hadir. Usai acara, Aris menyempatkan singah di ruang guru perikanan. Dia mencium tangan para guru dengan takzim. Dia memandangi wajah guru-gurunya yang awet muda sambal berseloroh, “Bu, Ibu kok begini – begini saja; masih segar seperti zaman saya sekolah dulu”, katanya memuji sambil tersenyum hormat. Dia melanjutkan, “Maaf ya bu, Aris tidak bawa buah tangan .” Bu Siti, mantan wali kelasnya tersenyum, lalu menjawab, “Gapapa, Ris. Ibu melihat kamu seperti sekarang ini saja sudah bangga.”
Aris tersenyum, lalu melanjutkan pertanyaan, “Bu, mana kantin yang dekat bengkel bangunan? Kok sekarang sudah tidak ada? “
“Hayooo ada kenangan apa kok tanya-tanya kantin? Sudah tidak ada Ris, kantinnya tuh sudah ganti di dekat laboratorium fisika, di belakang sana,” papar Bu Siti. Mendengar hal itu Aris tersenyum malu.
“Itu tempat kami biasa jajan”, jelas Aris.
“Halah… tempat kamu janjian sama Nungki kan?”, sahut Bu Rara yang duduk bersebelahan dengan Bu Siti.
Mendengar hal itu muka Aris memerah sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aris lalu berkata, “Maaf ya Bu, kami tidak mengundang saat nikah dulu. Awalnya kami berteman saja kok Bu, tapi bertemu lagi di kampus sampai akhirnya berjodoh”, kata Aris.
“Syukur alhamdulillah, kami ikut senang Ris, walau kami tidak pernah merasakan hasil kerja keras kalian, tapi bisa melihat kalian sukses, itu sudah cukup menjadi kebanggaan kami “, tutur Bu Rara.
Sebenarnya Aris mencari sosok penjaga sekolah yang tinggal di kawasan sekolah, yang bernama Pak Bowo. Dulu beliau mempunyai usaha sampingan warung kecil yang menyediakan aneka makanan dan es. Di kantinnya yang sederhana, (saat itu kantin tersebut satu-satu nya kantin yang buka di sekolah ini), maka warung itu menjadi tempat mangkal kami saat istirahat. Kala itu, sekolah dimulai dari Senin hingga Sabtu dengan 1 kali istirahat. Saat itulah kami berjumpa dengan anak dari jurusan lain. Seperti layaknya pertemanan, tentu saja kami tidak berkawan hanya dengan satu kelas saja, melainkan lintas jurusan. Biasanya kami berkumpul sesuai ketertarikan minat. Kalau sekarang mungkin istilahnya yang klik satu frekuensi hee.
“Bu, Pak Bowo masih kerja disini?”, Tanya Aris.
Bu Siti yang dari awal sekolah ini berdiri sudah mengajar disini, tentu kenal sekali dengan sosok Pak Bowo,
“Oh beliau sudah pensiun dua tahun yang lalu,” jawab Bu Siti.
“Kenapa masih inget sama pak Bowo?” lanjut Bu Siti bertanya.
“Pak Bowo itu baik sekali, Bu. Kalau kami kehabisan uang jajan beliau selalu memberi gratis segelas es teh manis. Apalagi kalau hari Jumat, Bu. Beliau suka menambahkan gorengan plus sambel buatan istrinya yang enak,” kenang Ari. Tapi bukan itu saja kebaikan Pak Bowo, kadangkala beliau selalu memberi nasihat yang menyejukkan hati. Contohnya, ketika Usman mengadu karena disiram air oleh salah seorang guru karena tertidur di kelas, Pak Bowo malah menasihati untuk tetap menghormati guru tersebut karena di situlah keberkahan ilmunya.
“Salah mu sendiri, tho, Le. Kamu tidur kok di kelas, mbok ya kalau kamu ngantuk izin cuci muka gitu, jangan begadang! Gurumu bukan benci sama kamu itu, tapi mendidik kamu supaya jadi orang benar.” nasehatnya Pak Bowo kala itu.
Tapi ada sesuatu yang disembunyikan Aris. Waktu sekolah dulu Aris pernah punya hutang dan baru teringat saat melihat bekas bangunan kantin itu. Dia pernah berniat jajan, tapi lupa membawa uang dan pak Bowo membolehkannya mengambil seporsi nasi uduk. Mengingat hal itu Aris sangat malu, mengapa dia bisa melupakan hal tersebut.
“Saya harus mencari alamat rumah beliau dan membayar hutang sekalian memberikan santunan, “ tekad Aris. Ada rasa sesal mengapa ada hal yang luput dari perhatiannya. Kenyataan itu membuatnya sangat malu dan menyesal, tapi dia tetap bersyukur undangan sebagai guru tamu mengingatkannya pada kenangan lama, kebaikan seorang penjaga sekolah, yang juga menjadi sahabat anak anak.
Tiba-tiba gawai Aris berdenting. Rupanya masuk notifikasi whatsapp dari sekretarisnya mengabarkan bahwa Pak Manager ada jadwal meeting selanjutnya. Sebetulnya masih banyak yang ingin dikenang Aris. Mengingat jarak yang lumayan dekat antara Kalianda dan Bandar Lampung, membuat Aris ingin lebih sering bersilaturahmi ke sekolah ini. Walau bagaimanapun SMK Negeri 2 Kalianda merupakan bagian dari kisah hidupnya yang manis.
Matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Semburat lembayung senja menghantarkannya ke peraduan. Kini saatnya Aris undur diri. “Selamat tinggal sekolahku tercinta, aku akan kembali suatu saat nanti.” Bisiknya lirih pada pepohonan yang dia lewati sebelum dia masuk ke dalam CR-V-nya. Dengan tersenyum dia strater mobilnya dan meluncur menapaki jalanan yang mulai sepi.
Alhamdulillah mantaf, Umi Cici. Kisahnya menginspirasi dan penulisannya baik. Support untuk Umi Cici.
Terima kasih atas support dan editing nya
Karya nya sangat menginspirasi bu Cici, sukses selalu
Makasih bu
Karya nya sangat menginspirasi bu Cici, sukses selalu
Selamat dan sukses atas karya nya Bu, ternyata banyak guru SMKN 2 Kalianda yang potensi menjadi penulis
terima kasih sudah mampir, pak is