Di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, hiduplah seorang lelaki tua bernama Ibrahim Djunaidi. Ia tinggal sendiri di rumah kecil yang dikelilingi oleh kebun bunga yang ia rawat dengan penuh kasih. Setiap pagi, Ibrahim Djunaidi akan menyirami bunga-bunganya dan berbicara dengan mereka seolah-olah mereka bisa mendengarnya.
Ibrahim Djunaidi adalah pensiunan guru SD. Ia pernah mengajar di sekolah dasar setempat selama lebih dari tiga puluh tahun. Namun, setelah pensiun, hidupnya berubah drastis. Istrinya meninggal dunia lima tahun lalu, dan anak-anaknya telah merantau ke kota besar, meninggalkannya sendiri di rumah yang penuh kenangan itu.
Setiap sore, Ibrahim Djunaidi duduk di bangku tua di bawah pohon mangga di halaman rumahnya. Dari bangku itu, ia bisa melihat jalan desa yang sepi dan mengingat saat-saat ketika anak-anak bermain riang di sekitar. Sekarang, jalan itu tampak sunyi, dan hanya suara angin yang sesekali berbisik di antara dedaunan.
Kesepian sering menghampiri Ibrahim Djunaidi. Ia merindukan tawa dan canda istrinya, juga kehadiran anak-anaknya. Namun, ia mencoba mengisi kekosongan itu dengan membaca buku-buku lama yang pernah ia gunakan untuk mengajar dan menulis surat-surat yang tak pernah ia kirimkan kepada anak-anaknya. Surat-surat itu berisi cerita tentang kesehariannya, tentang bunga-bunga yang bermekaran, dan tentang rasa rindu yang selalu menghimpit hatinya.
Suatu hari, ketika Ibrahim Djunaidi sedang duduk di bangku tuanya, datanglah seorang anak kecil. Anak itu memperkenalkan dirinya sebagai Thole , cucu dari tetangga baru yang pindah ke desa. Thole adalah seorang penyanyi dan aktor cilik yang sedang berlibur ke rumah neneknya. Ia tampak penasaran dengan kebun bunga Ibrahim Djunaidi dan mulai mengajukan banyak pertanyaan. Ibrahim Djunaidi senang sekali, sudah lama ia tidak berbicara dengan seseorang, apalagi dengan seorang anak kecil yang penuh semangat.
Hari demi hari, Thole sering mengunjungi Ibrahim Djunaidi. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari bunga hingga cerita-cerita masa lalu. Kehadiran Thole membawa kebahagiaan baru dalam hidup Ibrahim Djunaidi. Ia merasa seperti mendapatkan kembali tujuan hidupnya. Thole bahkan sering menyanyi dan berakting di depan Ibrahim Djunaidi, membuat lelaki tua itu terhibur dan bangga.
Thole sering menceritakan tentang kehidupannya sebagai penyanyi dan aktor cilik. Ia bercerita tentang panggung-panggung yang pernah ia jejaki, tentang sutradara yang ia temui, dan tentang teman-temannya di dunia hiburan. Ibrahim Djunaidi mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa bangga dan kagum akan pencapaian Thole meski usianya masih sangat muda, baru 9 Tahun. Thole pun sering meminta nasihat dari Ibrahim Djunaidi tentang cara mengatasi rasa gugup di atas panggung atau menghadapi kritik dari orang lain. Ibrahim Djunaidi, dengan kebijaksanaannya, memberikan petuah yang membuat Thole merasa lebih percaya diri.
Suatu sore, Thole membawa sebatang bibit pohon mangga. “Kakek, ayo kita tanam pohon ini bersama. Biar nanti kalau aku sudah besar, aku bisa datang dan melihat pohon ini tumbuh besar,” kata Thole dengan mata berbinar. Ibrahim Djunaidi tersenyum haru dan setuju. Mereka menanam pohon itu bersama-sama di dekat bangku tua. Selama menanam pohon, Ibrahim Djunaidi menceritakan tentang istrinya yang juga gemar berkebun dan bagaimana mereka dulu menanam pohon bersama-sama.
Tahun-tahun berlalu, dan pohon mangga itu tumbuh subur. Thole semakin besar dan sering membawa teman-temannya untuk bermain di kebun Ibrahim Djunaidi. Desa yang dulu sepi kini kembali ramai dengan suara tawa anak-anak. Ibrahim Djunaidi tak lagi merasa kesepian. Ia menemukan kebahagiaan dalam kehadiran Thole dan teman-temannya, serta dalam kenangan yang terus hidup di kebun bunga dan di bangku tua di bawah pohon mangga.
Ketika Thole tumbuh dewasa, karirnya semakin gemilang. Ia sering diundang ke berbagai acara televisi dan film. Namun, setiap kali ia mendapatkan waktu luang, ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Ibrahim Djunaidi. Mereka akan duduk bersama di bangku tua, mengenang masa lalu dan berbagi cerita tentang masa kini. Thole selalu membawa kabar baik tentang proyek-proyek terbarunya dan memberikan hadiah kecil sebagai tanda terima kasih untuk Ibrahim Djunaidi.
Pada suatu musim panas, Thole membawa berita besar. Ia akan memproduksi film pertamanya sebagai sutradara, dan film itu terinspirasi oleh cerita hidup Ibrahim Djunaidi. Thole ingin menceritakan kisah tentang seorang lelaki tua yang menemukan kebahagiaan dalam kehadiran seorang anak kecil, sama seperti yang terjadi antara dirinya dan Ibrahim Djunaidi. Ibrahim Djunaidi terharu mendengar niat Thole . Ia merasa hidupnya tidak hanya berarti bagi dirinya sendiri, tapi juga telah menginspirasi orang lain.
Ketika film itu selesai diproduksi, Thole mengadakan pemutaran perdana di desa tempat Ibrahim Djunaidi tinggal. Semua warga desa diundang untuk menonton, termasuk Ibrahim Djunaidi yang diberikan tempat kehormatan di barisan depan. Film itu mendapat sambutan yang luar biasa, dan banyak orang yang terharu melihat kisah yang ditampilkan di layar lebar. Thole dan Ibrahim Djunaidi pun menjadi pusat perhatian malam itu, menunjukkan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam bentuk yang paling sederhana dan tulus.
Ibrahim Djunaidi merasa sangat bangga dan bersyukur. Hidupnya yang dulu sepi kini penuh dengan kebahagiaan dan kenangan indah yang terus hidup, tidak hanya di hatinya tapi juga di hati orang lain. Thole pun merasa bangga bisa memberikan penghormatan kepada sosok yang telah banyak memberinya inspirasi dan kebijaksanaan.
Di bawah pohon mangga yang mereka tanam bersama, Ibrahim Djunaidi dan Thole duduk di bangku tua, menikmati malam yang penuh bintang. Di tengah keheningan desa, suara tawa dan kebahagiaan mereka bergema, mengisi malam dengan kehangatan dan kenangan yang tak akan pernah pudar.
Mantap,sumber inspirasiku
Hi oh.. Mari lanjut berkarya
Cerita nya sangat menginspirasi
Seorang pria tua yang kesepian di bangku tua yang kini di temani oleh cucu dari tetangganya