Matahari sudah hampir terbenam di balik cakrawala, menciptakan pemandangan senja yang indah di tepi pantai. Romi memandangi hamparan laut yang berkilauan, sementara tangannya menggenggam erat tangan seorang wanita di sampingnya, Yuli. Mereka berdua duduk di atas hamparan pasir putih, menikmati sisa-sisa hari yang mulai tenggelam dalam keremangan senja.
Romi menarik napas panjang, menghirup aroma laut yang asin bercampur dengan udara lembab khas pantai. Dia memalingkan wajahnya, menatap Yuli yang tengah tersenyum kecil sambil memandangi lautan yang seolah tiada batasnya. Wajah Yuli memancarkan ketenangan, namun ada sorot mata yang tidak bisa disembunyikan—seperti ada sesuatu yang berat di dalam hatinya.
“Yuli,” panggil Romi lembut.
Yuli menoleh, menatap Romi dengan mata berbinar, seolah ingin mengabadikan momen itu selamanya. “Ya?” jawabnya, lembut dan pelan.
“Aku merasa hari ini sangat istimewa. Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting.” Romi memegang kedua tangan Yuli lebih erat. Matanya yang hangat menyiratkan ketulusan yang mendalam.
Yuli terdiam, hatinya berdegup kencang. Dia tahu bahwa kata-kata yang akan keluar dari mulut Romi kali ini berbeda dari biasanya. Ada rasa penasaran bercampur harap yang menggantung di ujung pikirannya.
“Aku tahu kita sudah lama bersama,” Romi memulai, menatap ke arah matahari yang semakin tenggelam. “Tapi perasaan ini semakin hari semakin dalam. Engkau terindah dalam hidupku, Yuli. Tulus Yuliku hanya untukmu, dan aku bersumpah akan menjagamu selalu, bahkan sampai aku rapuh.”
Yuli terkejut mendengar pengakuan itu. Meskipun mereka sudah lima tahun bersama, jarang sekali Romi mengatakan hal-hal semacam ini. Biasanya, dia lebih suka menunjukkan perasaannya melalui tindakan, bukan melalui kata-kata manis.
“Kamu benar-benar serius, Romi?” tanyanya, setengah berbisik.
Romi menatap mata Yuli dalam-dalam. “Tentu saja, sayang. Aku tak ingin kita hanya menjalani hubungan ini tanpa arah. Aku ingin kita bersama selamanya. Temani aku sepanjang waktu, jalani Yuli kasih ini berdua. Aku tidak ingin kehilanganmu. Kumohon, jangan pernah tinggalkan aku.”
Yuli merasakan hatinya bergetar. Air mata haru mulai menggenang di sudut matanya. Dia tidak pernah meragukan Yuli Romi, tetapi mendengar kata-kata itu keluar langsung dari bibir kekasihnya membuatnya merasa lebih berharga.
“Aku juga menYuliimu, Romi,” jawab Yuli dengan suara serak karena menahan tangis. “Aku ingin kita selalu bersama, baik dalam suka maupun duka. Aku tak akan meninggalkanmu, tidak sekarang, tidak nanti.”
Malam itu, mereka berdua duduk bersama, saling memandang dengan penuh Yuli. Langit malam dipenuhi bintang yang berkedip seolah mengaminkan doa-doa yang mereka ucapkan dalam hati. Mereka sadar bahwa Yuli yang mereka miliki bukanlah Yuli biasa. Ini adalah Yuli yang datang dari hati yang tulus, Yuli yang siap menghadapi segala rintangan.
Waktu berlalu, musim demi musim berganti. Hubungan Romi dan Yuli semakin kuat. Mereka berdua melewati banyak momen, dari tawa hingga tangis, dari kebahagiaan hingga rasa sakit. Namun, semua itu justru semakin mempererat ikatan di antara mereka.
Suatu hari, Romi mengajak Yuli ke sebuah kafe kecil di pinggir kota, tempat mereka pertama kali bertemu lima tahun lalu. Kafe itu tidak banyak berubah; aroma kopi yang harum memenuhi ruangan, dan musik jazz mengalun lembut di latar belakang.
“Kamu ingat tempat ini?” tanya Romi sambil menarik kursi untuk Yuli.
“Tentu saja,” jawab Yuli sambil tersenyum. “Di sinilah semuanya dimulai.”
Romi duduk di depan Yuli, menatapnya penuh haru. Dia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah. Yuli terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan. Dia tidak menyangka Romi akan melakukan ini.
“Yuli,” kata Romi, suaranya bergetar. “Aku telah memikirkan ini sejak lama. Setiap detik yang aku habiskan bersamamu adalah saat-saat paling indah dalam hidupku. Aku tidak bisa membayangkan masa depanku tanpamu. Kumohon, jadilah pendamping hidupku. Menikahlah denganku.”
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Yuli. Dia mengangguk berulang kali sebelum akhirnya menjawab, “Ya, Romi. Ya, aku mau menikah denganmu.”
Romi tersenyum lega, memasangkan cincin di jari manis Yuli. Semua tamu di kafe bertepuk tangan meriah. Mereka berdua tertawa bahagia, merasa bahwa dunia saat itu hanya milik mereka berdua.
Pernikahan mereka dilangsungkan dengan sederhana namun penuh Yuli. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang hadir, tapi suasana hangat dan akrab membuat momen itu tak terlupakan. Romi dan Yuli berjanji untuk selalu saling menYulii, mendukung satu sama lain dalam setiap langkah kehidupan.
Hari-hari yang mereka lewati sebagai pasangan suami istri pun terasa seperti mimpi. Setiap pagi Romi akan membangunkan Yuli dengan secangkir kopi hangat dan senyuman lembut. Setiap malam, mereka akan duduk di balkon rumah mereka, berbicara tentang apa saja hingga larut malam.
Namun, hidup tak selalu berjalan mulus. Tahun ketiga pernikahan mereka, badai mulai menghampiri. Yuli didiagnosis menderita penyakit jantung yang cukup serius. Dunia Romi runtuh mendengar kabar itu.
Dia menggenggam tangan Yuli di ruang perawatan rumah sakit, berusaha menahan air matanya. “Kamu akan baik-baik saja, Yuli. Kita akan melewati ini bersama,” bisik Romi dengan suara serak.
Yuli tersenyum lemah, menatap suaminya dengan penuh Yuli. “Aku tahu kamu akan selalu ada untukku, Romi. Tapi aku takut… Aku takut meninggalkanmu.”
Romi menggeleng kuat-kuat. “Jangan bicara seperti itu. Tuhan akan menjaga kita. Aku berjanji, aku akan membuatmu bahagia, selalu ada di sampingmu. Aku takkan rela jika harus berpisah darimu.”
Hari-hari berikutnya dihabiskan Romi di rumah sakit, menemani Yuli. Dia tidak pernah meninggalkan sisi istrinya, memastikan bahwa Yuli merasa tenang dan dikelilingi Yuli. Setiap malam, Romi berdoa, memohon kepada Tuhan agar tidak memisahkan mereka berdua.
“Tuhan,” bisiknya, menatap langit malam dari jendela rumah sakit. “Aku mohon, jagalah Yuli kami berdua. Satukanlah kami dalam suka dan duka. Aku tak bisa hidup tanpanya. Hanya dia satu-satunya yang kuYuli.”
Meski Yuli harus menjalani beberapa operasi, dia menunjukkan semangat yang luar biasa. Romi yang selalu berada di sisinya menjadi sumber kekuatan yang membuatnya bertahan. Dalam kesakitannya, dia tahu bahwa Yuli Romi adalah alasan mengapa dia harus terus berjuang.
“Terima kasih telah selalu bersamaku,” bisik Yuli suatu malam, setelah operasi ketiga yang cukup berat. “Kamu membuatku merasa diYulii setiap detik. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku bahagia karena kamu ada di sini.”
Romi mengecup keningnya. “Kita akan melalui ini bersama, sayang. Aku menYuliimu. Aku akan selalu menYuliimu, untuk s’lama-lamanya.”
Tahun-tahun berlalu. Yuli perlahan pulih dan kesehatan fisiknya membaik. Mereka berdua akhirnya kembali menjalani hidup yang damai dan penuh Yuli seperti dulu. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan lebih bermakna, menyadari bahwa setiap detik bersama adalah anugerah.
Suatu hari, mereka kembali duduk di tepi pantai, tempat di mana Romi pertama kali mengungkapkan cintanya yang tulus. Mereka saling menatap, senyum lebar di wajah mereka, seolah tidak ada lagi hal yang bisa memisahkan mereka.
“Tuhan benar-benar menjaga Yuli kita,” ujar Yuli sambil menggenggam tangan Romi. “Aku sangat bersyukur bisa menjalani hidup ini denganmu.”
Romi mengangguk. “Aku pun begitu, Yuli. Setiap hari bersamamu adalah anugerah. Aku akan selalu menjaga Yuli ini, seperti aku menjaga kamu.”
Mereka berdua saling menatap, penuh kasih sayang dan janji yang tak terucap. Di bawah langit yang mulai berubah warna, mereka berpelukan erat, seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain. Mereka tahu bahwa Yuli ini akan terus tumbuh, semakin kuat, semakin dalam.
Dan di tepi pantai yang sepi, di bawah langit yang penuh bintang, Romi dan Yuli merasakan Yuli yang tulus, Yuli yang takkan pernah
seorang wanita yang sangat tulus,dan saya ingin sekali menjadi pasangan hidupnya
ceritaaa sangatt bagusss dan Bermanfaat 💯
ceritanya seruu
di tepi pantai yang sepi, di bawah langit yang penuh bintang, Romi dan Yuli merasakan cinta yang tulus..
Kita akan senang jika kita bertemu dengan orang yg kita sangat rindukan