Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah sepasang suami istri, Aufa dan Nayuna. Mereka telah menjalani kehidupan pernikahan selama sembilan tahun. Setiap hari mereka mengajar di sekolah, berbagi ilmu dengan para siswa. Di balik senyum dan canda yang mereka bagikan kepada murid-muridnya, ada satu kekosongan yang terus mengiringi langkah mereka. Kebahagiaan mereka terasa belum lengkap karena belum dikaruniai seorang anak.
Mereka telah mencoba segala cara. Dari pemeriksaan medis hingga terapi alternatif, bahkan dua kali harus mengalami keguguran yang menyakitkan. Setiap kali melihat hasil tes kehamilan yang negatif, hati mereka hancur. Doa dan air mata telah menjadi sahabat setia di setiap malam panjang mereka. Hingga suatu hari, mereka sepakat untuk mengambil langkah yang berbeda mereka memutuskan untuk mengadopsi anak dari Dinas Sosial.
Namun, harapan baru ini tidak serta merta datang tanpa tantangan. Proses adopsi ternyata lebih sulit dari yang mereka bayangkan. Mereka harus melewati berbagai prosedur yang rumit dan pemeriksaan yang ketat. Setiap tahap memerlukan kesabaran, mulai dari seminar parenting hingga wawancara mendalam dengan pejabat adopsi. Di tengah rasa lelah dan frustasi, Aufa selalu menggenggam tangan Nayuna dengan erat. “Kita pasti bisa melewati ini, sayang,” bisik Aufa dengan penuh keyakinan.
Suatu hari, telepon berdering di rumah mereka. “Pak Aufa, ada seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan yang membutuhkan keluarga,” kata suara dari seberang telepon. Jantung Aufa berdebar keras. Ia terdiam sejenak, mencoba meresapi kabar yang baru saja didengar. “Kami ingin bertemu dengannya,” jawab Aufa dengan suara bergetar.
Malam itu, mereka melakukan sholat istikharah, memohon petunjuk dari Allah. “Apakah ini jalan yang benar untuk kita?” tanya Nayuna dalam hati. Keesokan harinya, mereka sepakat untuk mengambil bayi tersebut. Dengan penuh semangat, mereka mengunjungi kantor Dinas Sosial. Saat melihat bayi itu untuk pertama kalinya, hati mereka langsung terikat. Bayi kecil itu memiliki mata besar yang cerah, seakan membawa sinar kebahagiaan dalam tatapannya yang polos.
Aufa dan Nayuna membawa berkas-berkas yang diperlukan dengan tangan gemetar, namun hati mereka dipenuhi harapan. Seminggu kemudian, Aufa menerima panggilan telepon yang dinantikan. “Selamat, Pak Aufa! Proses adopsi Anda telah disetujui!” Suara di ujung telepon itu disambut dengan air mata bahagia. Aufa memeluk Nayuna dengan erat, keduanya menangis dalam kelegaan yang tak terlukiskan.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Mereka datang ke Dinas Sosial dengan penuh harapan, mengambil surat pernyataan pengasuhan anak sementara dan membawa bayi itu pulang. Saat mereka melangkah keluar dari gedung, Aufa memeluk bayi tersebut erat-erat. Mereka menamai bayi itu Azalea, yang berarti ‘Bunga Kebaikan’. Bagi mereka, Azalea adalah bunga yang mekar di tengah perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan.
Namun, perjuangan mereka belum berakhir. Untuk mendapatkan surat perjanjian adopsi anak yang sah dari pengadilan, mereka harus menunggu hingga 1,5 tahun. Berbagai tes psikologis, surat kesehatan, hingga tiga kali sidang adopsi di pengadilan harus mereka lalui. Keluarga besar pun memiliki pendapat berbeda-beda. Ada yang mendukung, namun ada pula yang mempertanyakan keputusan mereka. “Apa kalian yakin? Bagaimana jika nanti anak itu mencari orang tua kandungnya?” tanya salah satu kerabat dengan nada skeptis.
“Anak adalah anugerah, dari mana pun asalnya,” jawab Nayuna dengan tenang, tetapi penuh ketegasan.
Meski kadang merasa lelah, Aufa dan Nayuna tidak pernah gentar. Setiap malam, saat Azalea tertidur di antara mereka, Aufa sering mencium kening bayi itu. “Kita akan selalu ada untukmu, Nak,” bisiknya lembut. Nayuna mengangguk sambil mengusap kepala Azalea. Setiap detik bersama Azalea adalah hadiah yang tak ternilai bagi mereka.
Seiring berjalannya waktu, Azalea tumbuh menjadi anak yang aktif dan ceria. Saat usianya menginjak 3,5 tahun, ia menjadi pusat perhatian di lingkungan mereka. Teman-teman kerja Aufa dan Nayuna sangat menyukai Azalea yang gemoy dan lucu. Mereka sering memberikan hadiah kecil dan mengajaknya bermain setiap kali datang ke rumah.
Namun, pertanyaan dari orang-orang sekitar kadang membuat hati Aufa dan Nayuna teriris. “Dia mirip siapa ya? Bukan mirip kalian,” celetuk seorang tetangga. Setiap kali mendengar pertanyaan seperti itu, Aufa hanya tersenyum tipis. Ia tahu bahwa cinta mereka kepada Azalea tidak terukur dengan kemiripan fisik. “Yang terpenting adalah hati kami yang mirip,” kata Aufa suatu kali pada Nayuna sambil tersenyum penuh makna.
Nayuna mengajarkan Azalea untuk bangga dengan siapa dirinya. “Kamu anak yang istimewa, sayang,” ucapnya sambil memeluk Azalea erat. Di setiap cerita pengantar tidur, Nayuna selalu menanamkan pesan cinta dan penerimaan diri kepada Azalea. “Bunga Azalea itu kuat dan indah, seperti namamu,” ucap Nayuna. Azalea akan tersenyum mendengar itu dan memeluk ibunya erat.
Suatu hari, di taman bermain, seorang anak bertanya kepada Azalea, “Kamu diadopsi, ya?” Azalea, yang saat itu sedang asyik bermain ayunan, hanya tertawa kecil dan menjawab, “Iya, aku anak istimewa!” Aufa yang melihat dari kejauhan merasa bangga. Ia menyadari bahwa Azalea telah tumbuh menjadi anak yang percaya diri.
Setiap momen bersama Azalea terasa begitu berharga. Aufa sering membawa Azalea bermain ke taman, mengajarinya cara bersepeda, dan membaca buku bersama di sore hari. Sedangkan Nayuna menikmati waktu memasak bersama Azalea di dapur, mengajaknya menguleni adonan roti kecil dengan tawa riang.
Di suatu malam, setelah hari yang melelahkan di tempat kerja, Aufa dan Nayuna duduk di ruang keluarga sambil memandang Azalea yang tertidur di sofa dengan boneka kesayangannya. “Dia membawa kebahagiaan yang tak pernah kita bayangkan,” kata Aufa pelan. Nayuna mengangguk sambil meneteskan air mata haru. “Aku tak pernah merasa sebahagia ini,” balasnya.
Mereka saling berpandangan dan tersenyum, merasakan kebahagiaan yang mengalir dalam diam. Perjalanan mereka yang panjang dan penuh liku telah mengantar mereka pada sebuah anugerah yang indah. Kehadiran Azalea mengajarkan mereka arti cinta yang sejati, cinta yang tidak terbatas pada darah atau garis keturunan, melainkan cinta yang tumbuh dari hati yang tulus.
Aufa mengecup kening Nayuna dan berbisik, “Kita adalah keluarga, dan cinta kita akan terus mengalir, tak peduli apa pun yang terjadi.”
Malam itu, dengan hati yang penuh rasa syukur, mereka memeluk Azalea erat-erat. Di bawah langit malam yang bertabur bintang, di kota kecil mereka, sebuah keluarga kecil baru saja menyempurnakan kisah cinta mereka. Dan cinta itu akan terus tumbuh, seperti bunga Azalea yang mekar indah di tengah musim.