MAK KLUNTING, CAIR….
Di ruang guru SMK Bina Bangsa, Bu Mutiara Sani tengah menata bahan ajar untuk pelajaran IPAS pagi itu. Ia dikenal sebagai guru yang ramah, murah senyum, dan selalu membantu sesama rekan kerja. Di sela-sela tugasnya, ia tak jarang menjadi tempat bertanya bagi guru-guru lain, terutama soal informasi terkait sertifikasi dan administrasi guru.
Jam menunjukkan pukul 09.26 ketika sebuah notifikasi dari grup WhatsApp “Guru Hebat SMK Bina Bangsa” muncul. Dengan cekatan, Bu Mutiara Sani mengetikkan pesan:
“SKTP DAU sudah terbit, Bapak/Ibu ini file PDF saya kirimkan ya.”
“Bu Mutiara Sani, kok cepat sekali dapat info ini?” tanya Pak Heru, guru Matematika, sambil menyeruput kopi di mejanya.
Bu Mutiara Sani tersenyum, menata jilbabnya yang biru muda. “Saya punya beberapa teman di Dinas Pendidikan, Pak. Mereka sering mengabari saya kalau ada update penting.”
Pak Heru mengangguk. “Terima kasih, Bu. Kalau tidak ada Ibu, kami mungkin terlambat tahu.”
Tak hanya itu, pukul 11.26, sebuah pesan lain muncul di grup WhatsApp yang sama:
“Silakan dicek, sertifikasi TW3 sudah cair untuk yang punya rekening Lampung Online.”
Pesan itu segera disambut antusias. Di ruang guru, beberapa rekan langsung memeriksa ponsel mereka. Ibu Netty, guru Bahasa Inggris, bahkan berdiri dari kursinya sambil berseru, “Bu Mutiara Sani, ini serius? Cair sekarang?”
“Betul, Bu Netty. Coba dicek di rekening,” jawab Bu Mutiara Sani sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, Bu Netty bersorak, “Wah, benar cair! Alhamdulillah!” Suasana ruang guru menjadi lebih semarak.
Dedikasi dan Jaringan Luas
Bu Mutiara Sani memang bukan guru biasa. Dengan pengalamannya yang luas, ia dikenal memiliki jaringan kuat, baik di kalangan guru maupun pejabat di Dinas Pendidikan. Namun, bukan itu yang membuatnya istimewa. Ia selalu berbagi informasi tanpa pamrih, memastikan semua rekan guru tidak ketinggalan kabar baik.
“Bu Mutiara Sani, bagaimana Ibu bisa tahu lebih dulu?” tanya Pak Arman, guru BK, sambil mendekat ke mejanya.
“Saya sering berkomunikasi dengan teman-teman di Dinas, Pak. Kadang mereka langsung memberi tahu kalau ada informasi penting. Saya hanya meneruskannya ke grup agar semua tahu,” jelas Bu Mutiara Sani.
Pak Arman mengangguk. “Hebat, Bu. Jaringan Ibu itu seperti radar. Kami semua terbantu.”
“Ah, jangan terlalu memuji, Pak. Saya hanya menjalankan tugas. Kalau informasi cepat diterima, kan kita semua bisa lebih lega,” jawabnya merendah.
Kisah Mak Klunting
Di balik sosoknya yang penuh dedikasi, Bu Mutiara Sani sering dipanggil “Mak Klunting” oleh rekan-rekannya, sebuah julukan yang diberikan karena ia selalu menjadi yang tercepat dalam memberikan informasi penting.
“Ibu itu seperti peri informasi,” canda Pak Heru suatu ketika. “Mak Klunting! Semua info dari Dinas langsung sampai ke kami.”
Bu Mutiara Sani tertawa kecil. “Julukan apa itu, Pak? Tapi saya senang kalau bisa membantu.”
Julukan itu semakin melekat ketika suatu hari, Pak Riko, guru Produktif, bercerita di ruang guru.
“Kalau zaman dulu ada Mak Lampir yang suka mengirimkan kabar buruk, sekarang kita punya Mak Klunting yang selalu membawa kabar baik,” katanya, yang disambut tawa dari semua guru.
Lebih dari Sekadar Informasi
Namun, peran Bu Mutiara Sani bukan hanya sekadar penyampai kabar. Ia sering menjadi tempat curhat rekan-rekannya.
“Bu Mutiara Sani, saya ada masalah soal pengisian data sertifikasi,” ujar Bu Tini, guru Akuntansi, dengan nada panik.
“Tenang, Bu. Coba tunjukkan, nanti saya bantu cek,” ujar Bu Mutiara Sani sambil mengambil laptop.
Setelah beberapa menit, ia menemukan masalahnya. “Ini ada kolom yang belum diisi. Lengkapi ini, dan data akan bisa terkirim.”
Bu Tini menghela napas lega. “Terima kasih banyak, Bu. Kalau tidak ada Ibu, mungkin saya sudah bingung.”
Malam yang Sibuk
Pulang mengajar bukan berarti selesai tugas bagi Bu Mutiara Sani. Malam itu, di rumahnya yang sederhana, ia kembali memeriksa informasi di grup Telegram guru se-Indonesia.
Suaminya, Pak Adi, yang sedang membaca koran di ruang tamu, mendekat. “Ibu ini tak pernah istirahat ya? Sudah malam masih sibuk.”
“Sebentar lagi, Pak. Saya sedang memeriksa apakah ada teman-teman yang butuh bantuan soal sertifikasi.”
Pak Adi tersenyum, memahami dedikasi istrinya. “Jangan lupa istirahat. Kalau Ibu sakit, siapa yang akan membantu mereka?”
“Baik, Pak. Lima menit lagi,” jawab Bu Mutiara Sani sambil tersenyum.
Pengakuan dari Kepala Sekolah
Keesokan harinya, di apel pagi, Kepala Sekolah, Pak Teguh, memberikan pengumuman.
“Saya ingin mengapresiasi seorang guru yang selalu menjadi pelopor dalam menyampaikan informasi penting kepada kita semua. Bu Mutiara Sani , terima kasih atas dedikasi Anda. Julukan ‘Mak Klunting’ memang pantas untuk Ibu.”
Bu Mutiara Sani tersenyum, menunduk malu. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan yang saya bisa.”
“Dan itu lebih dari cukup, Bu. Berkat Anda, kita semua bisa merasa lebih tenang dan terinformasi,” lanjut Pak Teguh.
Di akhir hari, ketika semua guru telah pulang, Bu Mutiara Sani masih duduk di mejanya, menyelesaikan tugas administrasi. Ia mengingat pesan ibunya dulu:
“Jika kita bisa membantu orang lain, lakukanlah. Karena kebaikan akan selalu kembali, bahkan tanpa kita duga.”
Bagi Bu Mutiara Sani, menjadi “Mak Klunting” bukan hanya soal menyampaikan informasi. Itu adalah wujud kasih sayangnya kepada sesama rekan guru, memperlihatkan bahwa solidaritas dan dedikasi adalah fondasi penting dalam dunia pendidikan.