Setelah melakukan ishoma, Pak Huntara dan Abiya melanjutkan perjalanan ke arah Merak. Jalanan cukup padat, tetapi Pak Huntara memberikan arahan pada Bang Satryo agar tidak salah jalan. Mobil Avanza melaju dengan kecepatan 80-120 km/jam, menembus hiruk-pikuk Jakarta menuju perjalanan panjang ke pelabuhan.
Di sore hari, Pak Huntara berencana mampir ke Mall Karawaci untuk membeli beberapa barang keperluan untuk Abiya, termasuk pakaian dan sepatu baru. Mereka tiba di mall sekitar pukul 15:00, dan Pak Huntara segera memberikan instruksi pada Bang Satryo untuk menunggu di luar, sementara Abiya dan Pak Huntara masuk ke dalam mall.
Mall Karawaci adalah salah satu mall besar yang terkenal di kawasan Tangerang. Begitu masuk, Abiya langsung bersemangat karena ini adalah kesempatan langka untuk berbelanja. Di dalam mall, mereka berjalan menyusuri beberapa toko pakaian yang menawarkan berbagai pilihan. Abiya, yang sudah agak besar, mulai memilih sendiri baju yang dia sukai. Pak Huntara, dengan sabar, mengikutinya sambil memberikan beberapa masukan dan memilihkan beberapa pakaian yang menurutnya cocok.
Abiya memilih beberapa kaos dengan warna-warna cerah yang menjadi favoritnya. Sambil melihat-lihat, Abiya sempat berhenti di sebuah toko sepatu yang memiliki koleksi yang menarik. Dia langsung memilih sepasang sepatu olahraga yang cukup keren. “Papi, yang ini ya?” tanya Abiya dengan senang. Pak Huntara mengangguk, merasa puas dengan pilihan anaknya.
Setelah itu, mereka melanjutkan berkeliling ke toko lain. Pak Huntara juga membeli beberapa barang pribadi dan barang keperluan lain. Abiya terus memilih beberapa item, mulai dari kaos kaki hingga tas sekolah yang baru. Keduanya menikmati waktu belanja itu meskipun agak lama. Pak Huntara merasa senang bisa menemani Abiya berbelanja. Seperti kebanyakan orang tua, dia merasa kebahagiaan anak adalah kebahagiaan dirinya juga.
Di tengah perjalanan, mereka berhenti di salah satu food court untuk istirahat sejenak. Abiya memilih minuman dingin yang menyegarkan, sementara Pak Huntara lebih memilih jus buah. Momen ini menjadi salah satu yang menyenangkan, apalagi ketika Abiya menceritakan tentang teman-temannya di sekolah. Mereka berbincang ringan, tertawa, dan menikmati waktu bersama di tengah hiruk-pikuk mall.
Mereka kembali melanjutkan berkeliling. Abiya masih antusias, meski sudah mulai merasa lelah. Setelah hampir satu setengah jam berkeliling, mereka memutuskan untuk menyelesaikan belanja dan menuju ke tempat penjemputan. Abiya menelepon Bang Satryo agar segera menjemput mereka di lobby utama. Namun, setelah menunggu cukup lama, sopir yang satu ini tidak muncul juga.
“Papi, kok Bang Sat nggak datang-datang?” tanya Abiya dengan heran, sambil melihat ke sekeliling. Pak Huntara mencoba menenangkan anaknya dan kembali menelepon Bang Satryo, namun sopir tersebut baru saja mengangkat telepon setelah cukup lama. Ternyata, Bang Satryo tidak tahu jalan menuju lobby mall dan terlihat bingung.
Pak Huntara mulai merasa sedikit kesal, tapi ia tetap mencoba bersabar. Setelah hampir satu jam menunggu, Bang Satryo akhirnya muncul dengan wajah cemberut. Ia tampak agak tergesa-gesa, seolah-olah marah. Begitu masuk ke mobil, Bang Satryo langsung menginjak pedal gas dan menggeber mobil dengan kasar. Kecepatan mobil pun menjadi tidak terkendali, dan Pak Huntara mulai merasa cemas. “Bang, hati-hati,” kata Pak Huntara dengan lembut, meski hatinya agak kesal dengan sikap sopir tersebut.
Namun, Pak Huntara mencoba untuk tetap tenang dan menahan emosi. Ia tahu perjalanan ini masih panjang, dan lebih baik menjaga suasana hati agar tidak terjadi pertengkaran yang tidak perlu. Abiya yang duduk di kursi depan samping sopir juga merasakan ketegangan di dalam mobil. Tetapi, ia tidak mengungkapkannya dan memilih untuk tetap diam.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di Dermaga Eksekutif untuk menyeberang ke Lampung. Pak Huntara merasa lega karena perjalanan menuju dermaga berjalan lancar, meskipun ada beberapa kali hambatan. Abiya pun terlihat lebih tenang karena mereka sudah dekat dengan tujuan. Meski ada beberapa masalah kecil selama perjalanan, Pak Huntara merasa liburan kali ini cukup berkesan karena bisa menghabiskan waktu bersama Abiya, anak semata wayangnya.
Saat berada di kapal, Pak Huntara menyadari bahwa meskipun perjalanan mereka tidak selalu mulus, mereka telah menciptakan kenangan bersama yang tak ternilai. Abiya yang masih duduk di sampingnya, sesekali berbicara tentang hal-hal yang ia temui selama liburan, membuat Pak Huntara tersenyum. Terkadang, hal-hal kecil seperti ini yang membuat perjalanan menjadi berharga.
Pada pukul 18:30, mereka akhirnya sampai di rumah Pak Huntara di Pasuruan. Setelah perjalanan panjang yang penuh dinamika, Pak Huntara merasa bersyukur akhirnya bisa kembali dengan selamat. Meskipun ada beberapa masalah selama perjalanan, ia merasa liburan ini tetap memberikan kenangan yang berharga, terutama karena ia dapat menghabiskan waktu bersama Abiya, anak semata wayangnya.