Abiya Maisan Huntara, seorang anak berusia 12 tahun, memulai harinya dengan semangat. Sebagai pelajar kelas 7 sekaligus kader cilik Muhammadiyah, dunia dakwah sudah menjadi bagian hidupnya sejak ia masih batita. Mengikuti pengajian, menghadiri kajian bersama orang tua, hingga turut serta dalam Muktamar Muhammadiyah di Makassar (2015) saat Abiya usia tiga tahun dan Solo (2022) saat abuya usia 10 tahun, Abiya telah menyerap banyak nilai Islami yang membentuk kepribadiannya.
Ia juga dikenal sebagai penyanyi cilik lagu “Aku Bukan Sultan Andara,” sebuah karya yang sering ia nyanyikan di acara keluarga maupun di youtube. Namun, di luar bakat menyanyinya, Abiya adalah anak yang sangat aktif mengikuti pengajian Muhammadiyah di tingkat PCM Penengahan, Kedaton dan Kalianda, PDM Lampung Selatan, bahkan PWM. Ia memiliki semangat tinggi untuk belajar, meski sempat menghadapi tantangan ketika harus pindah sekolah dari Pondok SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro ke SMPN di Kalianda karena merasa tidak betah dan ingat orang tua nya.
Pada tanggal 4-5 Januari 2025, Abiya menghadiri Musyawarah Pimpinan Daerah (Musypimda) Muhammadiyah Lampung Selatan diajak ayahnya. Acara ini diadakan di Gedung Dakwah Muhammadiyah Kalianda dan dihadiri oleh seluruh anggota pleno PDM, Ketua dan Sekretaris PCM, Ketua dan Sekretaris LPCRPM, Ketua dan Sekretaris Ortom Lampung Selatan dan banyak tokoh Muhammadiyah, Keynote speaker Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah(PWM) Lampung, Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag.
Dari awal acara, Abiya sangat antusias mengikuti setiap kajian. Namun, saat Prof. Dr. Sudarman, M.Ag naik ke podium, fokus Abiya benar-benar tertuju. Dengan suara lembut namun penuh wibawa, Prof. Dr. H.Sudarman,M.Ag menyampaikan pesan-pesan yang menekankan pentingnya memajukan perserikatan Muhammadiyah
Abiya menyerap setiap kata. Ia terinspirasi oleh cara Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag berbicara dengan penuh kasih, namun tetap tegas. Sosok profesor itu tidak hanya pandai menyampaikan materi, tetapi juga memiliki aura yang memancarkan kebaikan dan kebijaksanaan.
Saat sesi kajian selesai, Abiya dengan penuh harap memandang ayahnya, Pak Huntara. “Papi, abi ingin foto bareng Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag,” katanya dengan suara lirih.
Pak Huntara tersenyum dan mengangguk. “Baik, Nak. Kita coba ya, tapi sabar dulu.”
Setelah acara selesai, ayah dan anak itu menunggu di dekat pintu keluar Gedung Dakwah. Saat melihat kesempatan, Pak Huntara mendekati Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag.
“Assalamu’alaikum, Prof.,” sapanya dengan sopan. “Anak saya Abiya, sangat mengidolakan Bapak. Ia ingin sekali foto bersama dengan bapak.”
Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag, yang tengah berbincang dengan beberapa orang, langsung menghentikan pembicaraannya. Ia tersenyum ramah, menatap Abiya, dan menjawab, “Wa’alaikumussalam. Subhanallah, anak yang luar biasa. Ayo, mari kita foto bersama.”
Tidak hanya berdiri di samping Abiya, Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag bahkan merangkulnya dengan lembut. Setelah foto diambil, Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag berkata dengan nada hangat, “Abiya, teruslah belajar. Jadilah anak yang rajin, santun, dan rendah hati. Insya Allah, kamu bisa membawa perubahan besar untuk Muhammadiyah dan umat, semoga abiya menjadi pemimpin masa depan yang menginspirasi”
Abiya tersenyum lebar, merasa sangat bahagia. “Terima kasih, Prof.,” ucapnya dengan tulus.
Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag menepuk bahu Abiya sebelum kembali ke rombongan. “Sama-sama, Nak. Semoga Allah selalu memberkahimu.”
Dalam perjalanan pulang, Abiya tidak berhenti tersenyum. “Papi, Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag baik sekali, ya? Beliau bukan hanya pintar, tapi juga sangat ramah dan penyayang”
Pak Huntara mengangguk. “Itulah ciri pemimpin sejati, Nak. Tidak hanya berilmu, tapi juga rendah hati dan dekat dengan siapa saja.”
Abiya semakin bersemangat dalam mengikuti kegiatan Muhammadiyah. Ia mulai lebih aktif berkontribusi dalam pengajian dan forum-forum kecil di musholla dekat rumah dan diskusi dengan teman sebayanya. Inspirasi dari pertemuannya dengan Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag menjadi bahan bakar pertamax semangatnya membara untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Harapan untuk Masa Depan
Malam itu, Abiya duduk di kamarnya, menulis di buku hariannya:
“Hari ini aku bertemu dengan seorang pemimpin hebat. Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag, orang yang bijak, baik hati, dan penuh kasih. Aku ingin menjadi seperti beliau suatu hari nanti, membangun Muhammadiyah dan menginspirasi banyak orang. Ya Allah, bimbinglah aku untuk bisa mencapai cita-cita ini.”
Cahaya kecil itu kini bersinar semakin terang. Dengan dukungan orang tua dan lingkungan yang mendukung, Abiya percaya bahwa ia dapat membawa kebaikan dan manfaat besar untuk Muhammadiyah dan umat Islam di masa depan. Prof. Dr. H. Sudarman, M. Ag bukan hanya seorang inspirator baginya, tetapi juga simbol dari harapan dan potensi besar yang ada dalam diri generasi muda seperti Abiya.
dunia dakwah sudah menjadi bagian hidupnya sejak ia masih batita.
abiya maisan huntara seorang anak yang giat semangat tinggi untuk belajar
Kisah ini sangat menginspirasi banyak generasi muda saat ini, karena di harapkan dapat menjadi potensi besar untuk masa depan