Pagi itu, mentari baru saja menampakkan sinarnya ketika Fritz memulai perjalanan panjangnya. Dia adalah seorang guru teknik komputer dan jaringan di SMK Negeri 2 Kalianda. Tugasnya kali ini adalah memonitoring siswa-siswinya yang sedang menjalani program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Yogyakarta. Dengan semangat, Fritz meninggalkan rumahnya, menyongsong perjalanan yang membawanya melintasi berbagai kota dan pulau.
Perjalanan dimulai dari Pasuruan tempat tinggal Fritz ke Bakauheni, pelabuhan yang menghubungkan Pulau Sumatra dan Pulau Jawa. Fritz menumpang kapal feri menuju Merak. Di atas kapal, ia menikmati angin laut yang segar dan pemandangan ombak yang bergelombang. Meskipun perjalanannya panjang, Fritz merasa antusias karena ini adalah melakukan perjalanan tugas dari sekolahnya.
Setelah tiba di Merak, Fritz melanjutkan perjalanannya dengan bus menuju agen Rosalia Merak Lama. Dia mendapatkan tempat duduk di kursi 2A, tempat yang cukup nyaman untuk melanjutkan perjalanan panjangnya. Kursi 2B di sebelahnya masih kosong, dan Fritz berharap penumpang yang akan duduk di situ adalah orang yang ramah.
Bus pun melaju menuju Agen Rosalia Kalibata. Fritz memandang ke luar jendela, menikmati pemandangan yang berganti-ganti, dari kota ke desa, dari keramaian ke ketenangan. Ia tenggelam dalam pikirannya, memikirkan tugas yang akan dilakukannya di Yogyakarta. Monitoring siswa PKL adalah tanggung jawab besar, tetapi juga kesempatan untuk melihat bagaimana para siswa menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari di sekolah.
Sesampainya di agen Bus Agen Rosalia Kalibata, beberapa penumpang baru naik ke dalam bus. Salah satunya adalah seorang pria lansia yang kemudian duduk di kursi 2B, di sebelah Fritz. Pria tersebut berpenampilan sederhana, namun ada sesuatu dalam sorot matanya yang menunjukkan kebijaksanaan dan pengalaman hidup. Fritz menyapanya dengan ramah.
“Selamat pagi, Pak. Nama saya Fritz,” katanya sambil tersenyum.
“Selamat pagi juga. Saya Gobel,” jawab pria tersebut sambil membalas senyum Fritz.
Percakapan pun mengalir dengan mudah. Fritz mengetahui bahwa Pak Gobel berusia sekitar 65 tahun dan berasal dari Jakarta. Pak Gobel bercerita bahwa ia sedang dalam perjalanan ke Yogyakarta untuk mencari ketenangan. Istrinya telah meninggal setahun yang lalu, dan sejak itu hidupnya terasa hampa. Anak-anaknya melarangnya untuk menikah lagi wanita idamannya, *namun Pak Gobel merasa bahwa ia masih memiliki cinta yang bisa dibagikan*.
Fritz mendengarkan cerita Pak Gobel dengan penuh perhatian. Ada sesuatu dalam cara Pak Gobel bercerita yang membuat Fritz merasa terhubung dengannya. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari kehidupan hingga pengalaman pribadi bahkan pekerjaan pak gobel. Pak Gobel pensiunan dari sebuah kementerian dan memiliki usaha kos kosan 75 kamar dan kontrakan yang mencapai 50 pintu. Fritz merasa bahwa perjalanan ini tidak hanya akan menjadi tugas profesional, tetapi juga perjalanan pribadi yang penuh makna.
“Jadi, Pak Gobel, apa tujuan Bapak di Yogyakarta?” tanya Fritz.
“Sebenarnya, saya belum punya tujuan pasti. Saya hanya ingin melihat-lihat dan mungkin menemukan sesuatu yang baru dalam hidup saya,” jawab Pak Gobel dengan jujur.
Fritz merasa iba mendengar jawaban itu. Ia kemudian menawarkan Pak Gobel untuk ikut bersamanya selama di Yogyakarta. Fritz akan menginap di hotel, dan Pak Gobel bisa tinggal di kamar yang sama dengannya. Pak Gobel merasa terharu dan berterima kasih atas tawaran tersebut.
“Terima kasih banyak, Fritz. Saya akan membayar biaya hotelnya. Ini sangat berarti bagi saya,” kata Pak Gobel dengan mata berkaca-kaca.
Selama tiga hari berikutnya, Pak Gobel mengikuti Fritz yang sedang melakukan monitoring siswa PKL di berbagai lokasi. Mereka mengunjungi tempat-tempat seperti Sleman, Bantul, dan Kulon Progo. Fritz memperkenalkan Pak Gobel kepada siswa-siswanya, dan Pak Gobel dengan senang hati berbagi cerita dan kebijaksanaan hidupnya kepada mereka.
Pak Gobel, meskipun sudah berusia lanjut, tampak sangat antusias dan bersemangat. Ia menikmati setiap momen di Yogyakarta, dari keindahan alamnya hingga keramahan orang-orangnya. Fritz merasa bahwa kehadiran Pak Gobel memberikan warna tersendiri dalam perjalanan tugasnya kali ini.
Pada hari terakhir, Fritz dan Pak Gobel duduk di sebuah warung kopi di kawasan Malioboro. Mereka berbicara tentang banyak hal, termasuk masa depan dan harapan. Fritz merasa bahwa Pak Gobel telah menjadi lebih dari sekadar teman seperjalanan; ia adalah seorang mentor dan sahabat.
“Saya akan kembali ke Lampung besok pagi,” kata Fritz dengan nada sedih.
“Saya tahu, Fritz. Terima kasih telah mengizinkan bapak ikut denganmu. Perjalanan ini sangat berarti bagi bapak,” jawab Pak Gobel dengan senyum.
“Bapak harus menjaga dirimu baik-baik, Pak Gobel. Dan jangan lupa, bapak selalu punya teman di Lampung,” kata Fritz sambil menggenggam tangan Pak Gobel dengan erat.
Mereka berpisah dengan rasa haru. Fritz pulang ke Lampung dengan membawa banyak kenangan indah, sementara Pak Gobel memutuskan untuk memperpanjang tinggalnya di Yogyakarta. Mereka berjanji untuk tetap berkomunikasi dan saling mengunjungi di masa depan.
Perjalanan ini membawa banyak pelajaran bagi Fritz. Ia menyadari bahwa hidup ini penuh dengan kejutan dan pertemuan yang tak terduga. Pak Gobel, dengan semangat hidupnya yang tinggi, mengajarkan Fritz untuk selalu membuka hati dan menerima setiap kesempatan dengan tangan terbuka. Persahabatan yang terjalin di perjalanan ini akan selalu menjadi kenangan indah yang tak terlupakan.
Perjalanan ini membawa banyak pelajaran bagi fritz.ia menyadari bahwa hidup ini penuh dengan kejutan dan pertemuan yang tak Ter duga.