Seperti halnya dalam dunia Komputer dan Jaringan, cinta memiliki variabel yang rumit dan kadang sulit dipahami. Itulah yang dirasakan Alendra Ramadhan Waani yang biasa di panggil Rama, seorang Administrasi jaringan di sebuah perusahaan IT PT. AMH Technology. Setiap hari, Rama berkutat dengan jaringan yang penuh dengan protokol, IP address, firewall, dan debugging. Namun di luar pekerjaan, ada satu hal yang tak pernah bisa ia debug—perasaannya kepada Bella Alvadini, teman sekantornya.
Setiap kali Rama melihat Bella, hati kecilnya bergetar seperti server yang menerima banyak ping dalam waktu bersamaan. Mungkin perasaannya ini bisa dianalogikan dengan buffer overflow—terlalu banyak perasaan yang tak bisa ditampung hingga akhirnya meluap keluar. Namun, Rama selalu merasa ragu. Dia tidak yakin apakah “variabel cinta” antara dia dan Bella bisa dikompilasi dengan benar, atau justru akan menimbulkan error yang fatal.
“Eh, Mas Rama, kamu bisa bantu aku cek jaringan ini nggak?” tanya Bella suatu hari. Dia baru saja diminta menyusun ulang topologi jaringan untuk klien baru, dan sebagai orang baru di bidang jaringan, dia sering meminta bantuan Rama.
Rama menelan ludah, otaknya berusaha merespon permintaan itu secepat mungkin. “I-iya, tentu. Di mana masalahnya?” tanyanya gugup.
Bella menunjukkan layar laptopnya. “Aku nggak ngerti kenapa konfigurasi ini selalu gagal konek ke server.”
Rama mendekat, duduk di sampingnya, dan mulai menganalisis masalah. Dalam hitungan detik, ia tahu jawabannya. “Kamu lupa set IP static-nya, jadi gateway-nya nggak bisa meresolve route.”
“Oh, astaga. Iya, aku lupa. Terima kasih banget, Mas!” Bella tersenyum lebar, membuat jantung Rama kembali mengalami overload.
Sejak hari itu, Rama merasa bahwa interaksinya dengan Bella mirip dengan proses routing. Setiap kali mereka bertukar senyuman atau bercakap-cakap, ia merasa ada koneksi yang terbangun di antara mereka. Namun, Rama tahu bahwa di dunia komputer, koneksi hanya bisa terjadi jika keduanya berada pada “jaringan yang sama.” Pertanyaannya adalah, apakah dia dan Bella benar-benar ada di jaringan yang sama? Atau, apakah dia hanya berusaha melakukan ping ke server yang tak akan pernah merespon?
Malam itu, Rama tidak bisa tidur. Ia memikirkan Bella, bertanya-tanya apakah waktunya sudah tepat untuk “mengirim paket” perasaannya. Namun, seperti semua jaringan, ada risiko. Jika server di sisi Bella tidak merespon, Rama khawatir paket cintanya akan mengalami “request timeout,” atau lebih buruk lagi, “destination unreachable.”
“Kapan ya waktu yang tepat?” gumamnya, sambil menatap layar komputer yang penuh dengan kode.
Akhirnya, pada suatu malam ketika mereka bekerja lembur bersama, Rama memberanikan diri. Dia menghela napas panjang sebelum berkata, “Bella, boleh aku tanya sesuatu?”
Bella menoleh. “Tentu, Mas. Apa?”
Rama mencoba menenangkan debaran jantungnya. “Kamu tahu nggak, kadang aku merasa hubungan kita seperti jaringan yang lagi dibangun. Ada koneksi, tapi belum sepenuhnya stabil. Kamu pernah mikir soal… kita?”
Bella tersenyum, dan untuk beberapa detik, seolah-olah dunia terhenti. “Mas Rama, kamu tahu nggak, aku selalu merasa nyaman kerja sama kamu. Kamu itu seperti firewall yang selalu melindungi jaringan dari serangan luar.”
Rama terkekeh, mencoba menutupi rasa gugupnya sambil mentupi giginya yang berkawat. “Firewall? Aku pikir lebih cocok jadi router, mengarahkan data yang salah jalan.”
Bella tertawa kecil. “Mungkin. Tapi aku senang bekerja bareng kamu, dan… mungkin kita bisa bawa hubungan ini ke ‘jaringan yang lebih privat,’ kalau kamu paham maksudku.”
Rama terkejut. “Maksudnya?”
“Kamu suka aku, kan?” tanya Bella dengan nada yang lebih lembut. “Aku sudah lama menunggu kamu bilang.”
Wajah Rama memerah. “Iya, Bella. Aku… aku suka kamu.”
Bella tersenyum lagi. “Aku juga suka kamu, Mas Rama. Mungkin kita bisa mulai dengan ‘ping’ yang lebih personal?”
Rama tidak bisa menahan senyumnya. “Ping personal? Aku suka idenya.”
Sejak malam itu, “jaringan cinta” antara Rama dan Bella mulai terhubung. Mereka bukan lagi hanya teman sekantor yang bekerja sama di jaringan fisik, tetapi juga di jaringan hati. Variabel cinta di antara mereka akhirnya tidak lagi undefined, melainkan sudah diinisialisasi dengan sukses—tanpa ada error.
Di dunia mereka, cinta mungkin adalah variabel yang sulit dipahami, tapi seperti dalam pemrograman, selama ada logika yang jelas dan keduanya bersedia bekerja sama, hubungan mereka akan tetap berjalan lancar