Suara burung berkicau memecah pagi yang masih basah oleh embun. Di sebuah desa kecil, di tepi sawah hijau yang terbentang luas, ada seorang anak laki-laki bernama Rony yang gemar menghabiskan waktu di bawah pohon beringin tua. Pohon itu berdiri kokoh di tengah sawah, seolah menjadi saksi bisu setiap hari yang berlalu di desa tersebut.
Setiap sore sepulang sekolah, Rony selalu membawa buku cerita kesukaannya ke sana. Pohon beringin itu seperti rumah keduanya. Ia duduk di akar-akar besar yang menjulur dari tanah, menikmati angin yang berhembus lembut sambil membaca.
Hari itu, seperti biasa, Rony datang dengan senyum lebar. Di tangannya tergenggam sebuah buku baru yang dipinjam dari perpustakaan sekolah. Judulnya, “Petualangan di Negeri Awan”. Rony sangat penasaran dengan ceritanya, sebab banyak temannya yang mengatakan bahwa buku itu penuh dengan petualangan seru.
“Ini pasti seru sekali,” gumamnya sambil membuka halaman pertama.
Di tengah asyiknya membaca, terdengar suara langkah kaki mendekat. Rony menoleh dan melihat teman sekelasnya, Tia, sedang berjalan ke arahnya. Tia jarang datang ke pohon beringin itu, tapi hari ini wajahnya terlihat penasaran.
“Kamu baca apa, Rony?” tanya Tia sambil duduk di sampingnya.
“Buku tentang petualangan seru di negeri awan. Penuh dengan rintangan dan kejutan!” jawab Rony bersemangat.
Tia mengernyitkan dahi. “Aku tidak terlalu suka membaca. Lebih suka main di luar atau nonton film.”
Rony tersenyum. Ia paham, banyak anak-anak seusianya yang berpikir bahwa membaca itu membosankan. Tapi bagi Rony, buku adalah pintu menuju dunia baru yang tak terbatas. Setiap halaman menyimpan keajaiban, petualangan, dan pelajaran hidup yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
“Tapi tahu nggak, dengan membaca, kita bisa pergi ke tempat-tempat yang tidak pernah kita bayangkan. Seperti di buku ini, misalnya, aku bisa ikut terbang ke awan dan bertemu makhluk-makhluk aneh,” kata Rony sambil menunjukkan gambar di buku itu.
Tia mengintip sedikit. “Hmmm… kayaknya menarik juga. Ceritain deh, apa yang terjadi di buku itu.”
Rony tersenyum lebar. Ia mulai bercerita tentang karakter utama di buku itu, seorang anak bernama Genta yang menemukan pintu ajaib menuju negeri di atas awan. Di sana, Genta bertemu dengan makhluk awan yang bisa berubah bentuk, melawan raksasa angin, dan memecahkan teka-teki untuk menemukan jalan pulang.
Sambil mendengarkan, mata Tia mulai berbinar-binar. Imajinasi Tia pun ikut terbang bersama cerita yang Rony tuturkan.
“Hah, seru juga ya. Aku jadi penasaran bagaimana akhirnya,” kata Tia sambil tersenyum.
Rony tertawa kecil. “Nah, makanya, coba kamu baca sendiri! Siapa tahu, nanti kamu malah jadi suka membaca.”
Tia tersenyum ragu, tapi ada rasa penasaran di dalam dirinya. “Mungkin nanti aku coba pinjam buku di perpustakaan.”
Matahari mulai turun ke ufuk barat, cahayanya menyinari sawah yang mulai berubah keemasan. Angin sore bertiup lembut, menggoyangkan daun-daun beringin di atas kepala mereka.
Saat Tia bersiap pulang, Rony menatap buku di tangannya dan berkata, “Buku itu mungkin tidak bisa mengubah dunia dalam sekejap, tapi dia bisa mengubah caramu melihat dunia.”
Tia terdiam sesaat, lalu tersenyum kecil. “Kamu benar, Rony. Besok aku akan ke perpustakaan dan mencari buku yang seru.”
Rony tersenyum lebar. “Itu semangat yang bagus, Tia!”
Sejak hari itu, Tia mulai tertarik membaca, meski perlahan. Di bawah pohon beringin, mereka sering duduk bersama, saling berbagi cerita dari buku-buku yang mereka baca. Pohon beringin itu bukan hanya menjadi tempat berteduh dari panasnya matahari, tapi juga menjadi tempat di mana mereka menemukan kebahagiaan dalam setiap lembar halaman yang mereka buka.
Mereka belajar bahwa dunia ini jauh lebih luas daripada yang terlihat, dan buku-buku adalah peta untuk menemukan petualangan-petualangan yang tak pernah mereka bayangkan.
Pesan moral: Membaca membuka jendela ke dunia yang lebih luas. Setiap buku menyimpan keajaiban yang siap ditemukan oleh siapa saja yang mau menyelami setiap halamannya.