Yohan Prakoso adalah seorang pengusaha muda yang sudah berhasil mengelola perusahaan keluarganya sejak usia 25 tahun. Setahun yang lalu, ia kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan pesawat yang ditembak oleh tentara Israel. Kecelakaan itu meninggalkan luka mendalam dalam hidupnya. Tanpa orang tua, Yohan hanya memiliki Opa Felix, kakeknya yang sudah berusia 70 tahun, yang sejak kecil selalu menjadi sosok yang memberikan kasih sayang dan nasihat.
Sejak kepergian orang tuanya, Yohan tinggal bersama Opa Felix di rumah mereka yang cukup besar. Meskipun mereka berdua sudah terbiasa hidup bersama, ada satu hal yang tidak pernah bisa dipahami oleh Yohan: mengapa Opa Felix selalu sangat khawatir tentang hubungan percintaannya.
Yohan mulai berkencan dengan Rani, seorang wanita muda yang bekerja sebagai desainer grafis. Mereka bertemu di sebuah acara bisnis yang diadakan oleh salah satu klien Yohan. Rani adalah wanita yang sangat menarik, cerdas, dan sangat pandai berbicara. Yohan merasa sangat cocok dengannya. Bahkan, Rani sering mengungkapkan betapa bahagianya ia bisa bersama Yohan, seorang pengusaha muda yang sukses.
Namun, meskipun semuanya terlihat sempurna di luar, Opa Felix selalu merasa ada yang aneh. Ia melihat cara Rani memperlakukan Yohan, cara Rani memperhatikan kekayaan Yohan lebih dari dirinya sendiri. Beberapa kali Opa Felix berusaha untuk berbicara dengan Yohan tentang kekhawatirannya, tetapi Yohan selalu menepisnya dengan alasan bahwa ia percaya pada Rani.
Pada suatu pagi yang cerah, ketika mereka sedang sarapan bersama, Opa Felix memutuskan untuk kembali mengungkapkan perasaannya.
“Yohan, ada sesuatu yang ingin Opa bicarakan,” ujar Opa Felix dengan nada serius. Yohan yang sedang menyesap kopi menoleh ke arah Opa dengan senyum lebar.
“Ada apa, Opa? Kelihatannya serius,” jawab Yohan dengan santai.
Opa Felix menatap cucunya itu, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Ia sudah menahan perasaan ini cukup lama. “Aku hanya ingin kamu berhati-hati. Aku tidak ingin kamu terluka. Terutama tentang hubunganmu dengan Rani.”
Yohan tertawa ringan, merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan. “Apa maksud Opa? Rani itu baik sekali, dia sangat perhatian.”
Opa Felix menghela napas panjang, menatap Yohan dengan tatapan yang penuh keprihatinan. “Opa hanya merasa dia tidak mencintaimu, Yohan. Aku khawatir dia hanya tertarik dengan kekayaanmu.”
Mendengar hal itu, Yohan terdiam sejenak. “Opa, jangan berpikir begitu. Rani benar-benar mencintaiku.”
Namun Opa Felix tetap tidak bisa menyingkirkan perasaan curiganya. “Aku hanya ingin kamu berhati-hati, cucuku. Jangan sampai kamu terluka lagi.”
Yohan merasa bingung, tetapi ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Opa terlalu overprotective. Ia sangat yakin Rani memang mencintainya dengan tulus, dan hubungan mereka semakin berkembang. Rani selalu ada ketika Yohan membutuhkan dukungan, terutama saat ia merasa kesepian setelah kehilangan orang tuanya. Rani memberikan perhatian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Beberapa minggu berlalu, dan Yohan merasa semakin dekat dengan Rani. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, baik itu makan malam romantis, atau sekedar berjalan-jalan di taman. Namun, di sisi lain, Yohan mulai merasakan sedikit keraguan yang mulai meresap dalam dirinya. Ia tidak tahu kenapa, tapi ada perasaan tidak nyaman yang mulai muncul, terutama ketika Rani sering membicarakan uang dan gaya hidup mewah.
Suatu hari, saat mereka sedang berkendara pulang setelah makan malam, Rani dengan santainya mengatakan, “Kamu tahu, sayang, kalau kita menikah nanti, kita bisa hidup seperti pasangan selebriti. Aku sudah membayangkan kita tinggal di rumah besar dengan kolam renang pribadi.”
Yohan hanya tersenyum, mencoba tidak memperdulikannya. Tapi semakin lama, ia mulai merasa bahwa Rani terlalu banyak membicarakan materi dan status sosial. Di saat-saat seperti itu, ia merasa cemas dan bingung apakah semua perhatian yang diberikan Rani benar-benar datang dari hati.
Pada suatu malam, setelah Yohan pulang dari kantor, Opa Felix duduk di ruang tamu, seolah menunggu untuk berbicara. Yohan melihat kakeknya duduk sendirian di sofa, matanya penuh kecemasan. Ia mendekati Opa dengan langkah lambat.
“Opa, ada apa? Kamu terlihat khawatir,” tanya Yohan, duduk di samping kakeknya.
“Yohan, aku tidak bisa diam saja melihatmu begitu. Aku merasa ada yang tidak beres dengan hubunganmu dengan Rani,” kata Opa Felix dengan suara pelan, hampir seperti berbisik. “Aku sudah berbicara dengan biro jodoh, dan aku pikir kamu harus mencoba untuk bertemu dengan seseorang yang lebih cocok untukmu.”
Yohan terkejut dengan kata-kata Opa. “Biro jodoh? Opa, aku tidak butuh itu. Aku sudah merasa nyaman dengan Rani.”
Opa Felix menatap cucunya dengan tatapan penuh kasih sayang. “Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Kadang-kadang kita terlalu mencintai seseorang, tapi kita tidak melihat kenyataan yang ada.”
Yohan terdiam sejenak, merasakan keraguan yang sama mulai merayapi hatinya. Mungkin Opa Felix benar. Mungkin dia terlalu terikat pada hubungan ini tanpa benar-benar melihat siapa Rani sebenarnya. Tetapi, meskipun begitu, Yohan tidak ingin terlalu cepat mengambil keputusan.
“Opa, aku akan berpikir tentang apa yang kamu katakan,” ujar Yohan akhirnya.
Hari berikutnya, Yohan mendengar sesuatu yang mengejutkan. Ia mendengar pembicaraan Rani dan temannya di sebuah kafe yang kebetulan ia lewati. Pada awalnya, ia tidak berniat untuk mendengarkan percakapan mereka, tetapi suara Rani yang keras cukup menarik perhatiannya.
“Jadi, kamu benar-benar yakin, kan?” tanya teman Rani.
“Tentu saja,” jawab Rani dengan percaya diri. “Begitu Yohan melamarku, semua akan menjadi milikku. Aku akan punya rumah mewah, mobil bagus, dan kehidupan yang serba ada. Cinta itu hanya omong kosong, yang penting uang.”
Yohan merasa seperti disambar petir. Hatinya terasa sakit, seolah semua yang ia percayai selama ini runtuh begitu saja. Ia berbalik tanpa berkata apa-apa dan pergi dari tempat itu, meninggalkan Rani yang tidak tahu apa yang baru saja terjadi.
Yohan memutuskan untuk bertemu dengan Rani. Mereka bertemu di tempat yang biasa mereka datangi, sebuah kafe kecil yang tenang. Rani tersenyum lebar saat melihat Yohan datang, tetapi Yohan hanya menatapnya dengan tatapan serius.
“Yohan, kenapa kamu terlihat berbeda? Ada masalah?” tanya Rani dengan nada cemas, namun Yohan bisa melihat ketegangan di wajahnya.
“Aku mendengar percakapanmu dengan temanmu. Aku tahu semuanya sekarang, Rani. Kamu hanya menginginkanku karena hartaku,” kata Yohan dengan suara tegas, namun hati Yohan terasa hancur.
Rani terdiam sejenak, matanya membelalak tidak percaya. “Yohan, itu tidak seperti yang kamu pikirkan.”
“Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kita selesai, Rani,” ujar Yohan, lalu berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Rani yang terdiam kaku.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Yohan merasa lebih lega meskipun hatinya masih terluka. Namun, ia tahu bahwa ia telah mengambil keputusan yang benar. Ia memutuskan untuk melanjutkan hidupnya tanpa Rani.
Opa Felix, yang sejak awal merasa cemas, akhirnya bisa bernapas lega. Ia memutuskan untuk mengenalkan Yohan pada Nadya, seorang wanita yang sederhana dan baik hati. Nadya adalah seorang guru privat yang bekerja dengan anak-anak dari keluarga sederhana. Dia tidak tertarik pada kekayaan atau status sosial. Nadya lebih suka menjalani hidup dengan cara yang sederhana, menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang ia cintai.
Di sebuah restoran kecil yang tenang, Yohan bertemu dengan Nadya. Meskipun awalnya merasa canggung, Yohan segera merasakan kenyamanan yang berbeda. Nadya berbicara dengan lembut dan penuh perhatian, dan Yohan merasa seperti menemukan seseorang yang benar-benar bisa dia percayai.
Waktu berlalu, dan Yohan merasa semakin dekat dengan Nadya. Tidak seperti Rani, Nadya tidak pernah menginginkan apapun selain kebahagiaan Yohan. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga impian mereka di masa depan.
Yohan akhirnya menyadari bahwa cinta sejati bukanlah tentang kekayaan atau kemewahan. Cinta sejati adalah tentang saling memahami, saling mendukung, dan yang lebih penting, tentang kejujuran. Nadya memberikan hal-hal itu dengan tulus, dan Yohan merasa sangat bersyukur telah bertemu dengannya.