Liburan yang ketiga di bulan Desember 2024, Pak Huntara memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga tercintanya di Palembang, salah satu kota ikonis di Sumatera Selatan. Liburan yang berlangsung dari tanggal 24 hingga 26 Desember 2024 ini menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga, termasuk Abiya, anak laki-lakinya yang ganteng dan cerdas berusia 12 tahun, istri serta mertuanya.
Sebagai sopir, Pak Huntara menyewa Mas Devi Permana, seorang pengemudi yang sudah sering dipercaya keluarga ini. Mas Devi terkenal cekatan, cerdas, dan sangat berpengalaman—kualitas yang jauh berbeda dari Bang Satryo, sopir arogan dengan kemampuan menyetir yang pas-pasan. Dengan menggunakan mobil Calya keluaran tahun 2022, perjalanan dimulai dari Kalianda, Lampung, menyusuri jalan tol Trans-Sumatera menuju Palembang.
Rombongan berangkat pada pagi hari tanggal 24 Desember. Udara pagi yang sejuk dan doa bersama sebelum keberangkatan membuat suasana penuh semangat. Mas Devi mengarahkan mobil dengan tenang melalui jalan tol yang mulus, menciptakan perjalanan yang nyaman bagi semua penumpang.
Setelah tiga jam perjalanan, mereka berhenti di Rest Area KM 218 untuk beristirahat. Rest area ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap, termasuk musala yang bersih dan restoran dengan berbagai pilihan makanan khas Sumatera. Di sini, keluarga menikmati makan siang sederhana sambil meregangkan otot. Setelah melaksanakan sholat Dzuhur, mereka melanjutkan perjalanan dengan suasana hati yang lebih segar.
Sekitar pukul 13.00 siang, mereka tiba di Palembang. Tanpa menunda waktu, mereka langsung menuju Hotel RaBayar Komplek Kodam, tempat menginap mereka selama di kota ini. Hotel ini dipilih karena lokasinya yang strategis serta pelayanannya yang ramah. Setelah check-in dan istirahat sebentar, keluarga bersiap untuk menjelajahi pesona Palembang di malam hari.
Malam pertama di Palembang diisi dengan makan malam di restoran lokal yang menyajikan makanan khas, seperti pempek, tekwan, dan model. Pak Huntara dan keluarganya menikmati pempek dengan kuah cuko yang khas, membuat mereka semakin antusias untuk mengeksplorasi lebih jauh kekayaan kuliner Palembang.
Keesokan harinya, keluarga memulai perjalanan wisata mereka dengan mengunjungi Sungai Musi, sungai terpanjang di Sumatera Selatan yang membelah kota Palembang menjadi dua bagian: Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Sungai Musi memiliki peran penting sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, menjadi jalur perdagangan utama yang menghubungkan wilayah ini dengan dunia luar.
Di Sungai Musi, keluarga menaiki perahu tradisional untuk menikmati pemandangan ikonis sungai tersebut. Dari atas perahu, mereka melihat Jembatan Ampera yang berdiri megah di atas Sungai Musi. Dibangun pada tahun 1962, jembatan ini menjadi simbol kebanggaan masyarakat Palembang. Jembatan Ampera awalnya dirancang dengan mekanisme yang memungkinkan bagian tengahnya diangkat untuk memberi jalan bagi kapal besar, meskipun fungsi tersebut kini tidak lagi digunakan.
Pak Huntara menjelaskan sejarah jembatan kepada Abiya, “Dulu, Abiya, jembatan ini bisa terangkat ke atas untuk kapal besar. Tapi sekarang, jembatannya hanya untuk kendaraan dan pejalan kaki.” Abiya mengangguk sambil sibuk memotret jembatan dengan ponselnya.
Setelah puas menikmati pemandangan di Sungai Musi, rombongan melanjutkan perjalanan ke Stadion Jakabaring, salah satu kompleks olahraga terbaik di Indonesia. Stadion ini menjadi salah satu venue utama dalam Asian Games 2018 dan memiliki fasilitas bertaraf internasional. Abiya tampak bersemangat saat mengelilingi stadion, membayangkan dirinya bermain di lapangan hijau yang luas dan megah ini.
Siang harinya, perjalanan dilanjutkan ke Masjid Cheng Ho, masjid yang terkenal dengan arsitektur unik perpaduan budaya Tionghoa dan Islam. Dibangun untuk menghormati Laksamana Cheng Ho, seorang pelaut Muslim asal Tiongkok, masjid ini memiliki desain menyerupai kelenteng dengan warna merah dan kuning yang mendominasi. Keluarga melaksanakan sholat Dhuha di masjid ini sebelum melanjutkan perjalanan mereka.
Hari terakhir di Palembang diisi dengan mengunjungi destinasi religi dan budaya. Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah Bayt Al-Quran Al-Akbar, sebuah destinasi unik yang menampilkan Al-Qur’an terbesar di dunia. Al-Qur’an ini terbuat dari kayu ukir tembesu yang dihiasi dengan kaligrafi indah. Abiya, yang biasanya penuh semangat, tampak serius memerhatikan setiap ukiran sambil bertanya kepada kakeknya tentang arti beberapa ayat.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil di tengah Sungai Musi. Pulau ini memiliki pagoda bertingkat sembilan yang megah dan taman asri yang menyenangkan untuk berjalan-jalan. Legenda cinta antara Siti Fatimah dan Tan Bun An menjadi daya tarik utama pulau ini. Abiya sangat menikmati kunjungan ke pulau ini, sementara Pak Huntara dan istrinya berjalan santai di sekitar pagoda, menikmati suasana damai.
Setelah makan siang, rombongan mengunjungi beberapa toko oleh-oleh khas Palembang. Di Pempek Vico, mereka membeli berbagai jenis pempek, seperti kapal selam, lenjer, dan adaan. Selain itu, mereka juga membeli kemplang (kerupuk khas Palembang) di toko Kemplang Dek Sri. Istri Pak Huntara memilih kain songket sebagai kenang-kenangan, kain tradisional yang ditenun dengan benang emas yang menjadi kebanggaan Palembang.
Sore harinya, mereka kembali ke hotel untuk bersiap-siap pulang keesokan harinya. Sebelum kembali ke kamar, keluarga menyempatkan diri menikmati pemandangan malam Jembatan Ampera yang dihiasi lampu warna-warni. Abiya sibuk memotret keindahan jembatan ini sebagai kenang-kenangan.
Pada pagi hari tanggal 27 Desember, mereka memulai perjalanan pulang dengan penuh kebahagiaan. Sepanjang perjalanan, Abiya terus bercerita tentang pengalaman serunya selama di Palembang. Mas Devi, dengan tenang dan cekatan, mengemudikan mobil menuju Kalianda.
Sesampainya di rumah, keluarga merasa sangat bersyukur atas perjalanan yang penuh kenangan indah ini. Liburan kali ini tidak hanya mempererat hubungan keluarga, tetapi juga memberikan pengalaman baru yang memperkaya wawasan mereka tentang budaya dan sejarah Indonesia.
Bang Satryo, sopir arogan yang pernah menjadi pengalaman buruk mereka, menjadi pengingat betapa pentingnya memilih orang yang tepat untuk perjalanan. Pak Huntara bersyukur atas keputusan menyewa Mas Devi yang cekatan dan profesional. Dengan senyuman di wajahnya, Pak Huntara berkata, “Perjalanan ini akan selalu jadi kenangan manis untuk kita semua.”