Hari pertama di bulan Januari, suasana di SMK Kadung Trisno kembali ramai setelah libur panjang. Di kelas XII TJKT 3, para siswa berkumpul di ruang teori untuk mendengarkan pembekalan ujian Praktek Kerja Lapangan (PKL). Seorang guru senior, Pak Wajiyo Jayadiningrat, S.Kom, telah bersiap di depan kelas dengan berkas-berkas yang rapi tersusun.
Di antara deretan siswa, ada satu sosok yang menarik perhatian. Hambar Watiyem, gadis periang yang menjadi peringkat satu di kelas, duduk di bangku tengah sambil mencatat di buku tulisnya . Ia baru saja menyelesaikan PKL-nya di sebuah perguruan tinggi terkemuka di Kyoto. Meski dikenal pintar, Hambar memiliki penampilan yang unik dan gaya yang terkadang tidak terduga dan nyeleneh. Hari ini, ia menjadi sorotan.
“Baik, anak-anak, hari ini kita akan membahas juknis ujian PKL,” ucap Pak Wajiyo membuka kelas. Suaranya tegas, namun tetap ramah.
Seluruh siswa mulai memperhatikan. Pak Wajiyo menjelaskan dengan detail, dari format laporan hingga jadwal bimbingan. Sesekali ia menatap wajah-wajah muridnya untuk memastikan mereka benar-benar memahami. Ketika sesi penjelasan selesai, ia mengangkat sebuah tumpukan kartu kendali bimbingan.
“Sekarang, saya akan membagikan Kartu Kendali Bimbingan Laporan PKL. Satu per satu maju ke depan, ya,” katanya.
Nama-nama siswa mulai dipanggil. Setiap siswa yang maju menerima kartu mereka sambil mengangguk paham setelah mendapat beberapa arahan dari Pak Wajiyo.
“Selanjutnya… Hambar Watiyem,” panggil Pak Wajiyo.
Hambar berdiri dengan penuh percaya diri. Semua mata tertuju padanya, termasuk mata Pak Wajiyo yang langsung membelalak saat melihat penampilan siswi ini.
Alis Hambar tampak lebar dan hitam, seperti dilukis dengan pilok hitam. Wajahnya mengilap seperti baru dicat menggunakan Jotun, dan lipstik merah menyala di bibirnya tampak begitu mencolok seperti cabe rawet yang baru di panen. Pak Wajiyo berusaha menenangkan diri sambil menelan ludah, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menyikapi penampilan muridnya yang eksentrik itu.
“Ehem… Hambar, kamu habis syuting film, ya?” tanyanya sambil tersenyum kaku.
Hambar hanya tertawa kecil. “Enggak, Pak. Cuma eksperimen makeup aja. Bagus, kan?” jawabnya sambil memamerkan senyuman lebar, sampai terlihat giginya yang ada daun singkongnya yang nyelip.
Beberapa siswa di kelas menahan tawa. Pak Wajiyo, yang tidak ingin memecahkan suasana serius pembekalan, hanya mengangguk kecil.
“Iya, iya. Kreatif sekali kamu ini. Tapi lain kali, kalau datang ke sekolah, tampilannya jangan terlalu… mencolok, ya,” katanya dengan nada lembut.
“Iya, Pak. Siap!” jawab Hambar dengan antusias.
Pak Wajiyo menyerahkan Kartu Kendali Bimbingan Laporan PKL sambil memberikan beberapa arahan. “Ini, Hambar. Pastikan jadwal bimbingannya diisi dengan baik, dan laporannya harus selesai sebelum deadline, ya.”
“Siap, Pak Wajiyo!” Hambar menjawab dengan nada ceria, kemudian kembali ke tempat duduknya.
Setelah pembagian kartu selesai, Pak Wajiyo memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bertanya. Seorang siswa, Bagas, mengangkat tangan.
“Pak, kalau ada kesalahan penulisan di laporan, gimana, Pak?” tanyanya.
“Bagus pertanyaannya. Kalau ada kesalahan, konsultasikan langsung ke pembimbing. Jangan menunda-nunda, supaya bisa diperbaiki lebih awal,” jawab Pak Wajiyo dengan tegas.
Tiba-tiba Hambar mengangkat tangan. “Pak, saya mau tanya juga. Kalau laporan saya nanti terlalu bagus sampai guru pembimbingnya minder, gimana, Pak?”
Kelas langsung riuh dengan tawa. Hambar memang terkenal suka bercanda, tapi di balik humornya itu, semua tahu ia serius dalam pekerjaannya.
“Hambar, pertanyaanmu ini luar biasa,” kata Pak Wajiyo sambil tersenyum. “Kalau memang laporannya sebagus itu, mungkin nanti kamu yang jadi pembimbing gurunya.”
Seluruh kelas kembali tertawa, termasuk Hambar yang tampak senang bisa mencairkan suasana.
Saat jam pelajaran berakhir, Hambar berkumpul dengan beberapa teman dekatnya di kantin. Mereka membahas penampilan Hambar yang tadi mencuri perhatian di kelas.
“Hambar, kamu tuh berani banget tampil kayak gitu,” kata Irna, salah satu temannya. “Enggak takut dimarahi guru?”
“Kenapa harus takut?” jawab Hambar sambil mengangkat bahu. “Aku cuma ingin jadi diri sendiri. Lagian, lihat tadi, Pak Wajiyo cuma senyum-senyum aja.”
“Tapi serius deh, alis kamu tadi bikin aku kepikiran. Itu pakai apa, sih?” tanya temannya yang lain, Anya.
“Rahasia dong! Pokoknya, jangan takut eksperimen, ya. Penampilan itu cerminan kepribadian kita,” jawab Hambar dengan bangga.
Teman-temannya hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa. Meski terkadang aneh, mereka tahu bahwa Hambar adalah sosok yang selalu membawa energi positif ke mana pun ia pergi
Beberapa hari kemudian, para siswa mulai mengerjakan laporan PKL mereka. Hambar, seperti biasa, serius dengan tugasnya. Meski suka bercanda, ia tak pernah main-main soal tanggung jawab akademiknya. Ia sering terlihat di perpustakaan, membaca referensi dan mengetik laporan di laptopnya.
Suatu siang, saat sedang mengerjakan laporan, Hambar dipanggil ke ruang guru untuk bimbingan dengan Pak Wajiyo. Kali ini, ia tampil dengan penampilan yang lebih sederhana.
“Hambar, silakan duduk,” kata Pak Wajiyo sambil menunjukkan tempat duduk di depannya.
“Terima kasih, Pak,” jawab Hambar sopan.
Pak Wajiyo membuka laporan yang sudah dikirimkan Hambar beberapa hari sebelumnya. Ia membaca dengan seksama, sesekali mengangguk-angguk.
“Laporan kamu bagus, Hambar,” katanya. “Strukturnya rapi, datanya lengkap, dan analisisnya mendalam. Tapi ada sedikit yang perlu diperbaiki di bagian kesimpulan.”
“Oh, bagian mana, Pak?” tanya Hambar sambil membuka laptopnya.
Pak Wajiyo menunjukkan beberapa catatan kecil. “Ini, coba kesimpulan kamu dibuat lebih tajam. Fokus pada hasil yang spesifik dari PKL kamu.”
“Baik, Pak. Saya akan revisi,” jawab Hambar sambil mencatat arahan itu.
Sebelum Hambar keluar dari ruangan, Pak Wajiyo tersenyum dan berkata, “Oh iya, Hambar. Terima kasih sudah mendengarkan saran saya soal penampilan. Kamu terlihat lebih sederhana hari ini, tapi tetap menarik.”
Hambar tersenyum malu. “Terima kasih, Pak. Saya juga belajar kalau tampil sederhana itu bisa tetap keren.”
Hari-hari menjelang ujian PKL pun terus berjalan. Hambar menjadi salah satu siswa yang paling sering mendapat pujian dari guru-gurunya. Di tengah kesibukan sekolah, ia tetap menjadi sosok yang unik, ceria, dan selalu membawa warna dalam kehidupan sehari-hari.
Di hari pengumuman nilai ujian PKL, Hambar kembali menjadi bintang. Ia meraih nilai tertinggi, membuat teman-temannya kagum.
“Kita nggak heran, sih,” kata Irna sambil memeluk Hambar. “Kamu memang yang terbaik!”
Hambar hanya tersenyum lebar. Meski dikenal unik, ia membuktikan bahwa kerja keras dan dedikasi selalu membuahkan hasil.
Dan seperti biasa, Hambar mengakhiri harinya dengan sebuah kalimat khas: “Jadi diri sendiri itu penting. Tapi jangan lupa, tanggung jawab juga nggak kalah penting!
cerita yg begitu bagus sya sangat suka
Yu
Jangan terlalu percaya diri
Yu
okeee sangat bagus
Cerita yang menarik, cerita tersebut mengajarkan kita untuk menjadi diri Kita sendiri, tidak perlu mendengarkan omongan orang lain, hidup adalah pilihan kita sendiri
Cerita yang menarik, cerita tersebut mengajarkan kita untuk menjadi diri Kita sendiri, tidak perlu mendengarkan omongan orang lain,
Dari cerita ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa hidup ada pilihan kita, tidak perlu mendengarkan omongan orang lain,
cerita yang menceritakan untuk kita menjadi diri sendiri dan tidak perlu mendengarkan kata orang lain