Sejak subuh, langit tampak murung, meneteskan hujan rintik-rintik. Di sebuah kampung kecil, seorang kakek yang renta menembus dinginnya pagi, mendorong gerobak usangnya. Gerobak itu sudah tua, hampir seumuran dengan pemiliknya, dipenuhi barang-barang bekas yang dia kumpulkan dari sudut ke sudut kampung. Kakek ini hanya tinggal berdua dengan istrinya, seorang tukang urut yang juga sudah sepuh. Hidup mereka sederhana, tanpa anak yang bisa membantu. Entah siapa yang tidak bisa memberikan keturunan, mereka tidak pernah tahu, namun cinta di antara mereka tetap kuat meski diterpa berbagai cobaan.
Di tengah kehidupan ekonomi yang lemah, ada satu keluarga yang peduli dengan keadaan mereka. Pak Huntara dan anak laki-lakinya yang berusia 12 tahun sering datang berkunjung. Pak Huntara adalah seorang yang dermawan, hatinya selembut awan, selalu siap membantu siapa saja yang membutuhkan. Setiap kali dia datang, selalu ada senyuman di wajah si kakek dan nenek.
Suatu pagi, ketika hujan rintik-rintik masih setia menemani, Pak Huntara dan anaknya, Abiya, datang mengunjungi rumah si kakek. Mereka membawa beberapa bahan makanan dan pakaian hangat. Kakek yang sedang duduk di teras rumahnya, menyambut mereka dengan senyum lelah namun penuh kehangatan. Rumah itu kecil dan sederhana, dindingnya dari kayu yang mulai lapuk, namun di dalamnya ada kehangatan yang tidak bisa diukur dengan harta.
“Assalamualaikum, Kek,” sapa Pak Huntara.
“Waalaikumsalam, Nak Huntara. Masuklah, mari berteduh,” jawab si kakek.
Mereka masuk ke dalam rumah yang sederhana itu. Nenek yang sedang menyiapkan sarapan di dapur, langsung menyambut mereka dengan penuh suka cita. Kehadiran Pak Huntara dan Abiya selalu membawa kebahagiaan bagi pasangan tua itu. Di dalam rumah, aroma teh hangat menyambut mereka, mengusir dingin pagi yang menusuk tulang.
“Bagaimana kabar, Kek? Nenek?” tanya Pak Huntara sambil menyerahkan bingkisan yang dibawanya.
“Alhamdulillah, kami baik-baik saja. Terima kasih, Nak, atas semua bantuanmu,” jawab nenek dengan mata berkaca-kaca.
Abiya yang sejak tadi diam, memperhatikan sekeliling rumah. Hatinya tersentuh melihat kondisi kakek dan nenek. Dia kemudian mendekati kakek dan bertanya, “Kakek, bolehkah Abiya membantu Kakek mencari barang bekas hari ini?”
Kakek terkejut mendengar pertanyaan itu. Matanya menatap Abiya dengan penuh haru. “Tentu saja, Nak. Tapi kamu harus izin sama Ayahmu dulu.”
Pak Huntara tersenyum bangga mendengar permintaan anaknya. “Tentu saja, Abiya. Kamu boleh membantu Kakek. Tapi hati-hati ya, jangan sampai sakit.”
Hari itu, di bawah hujan rintik-rintik, Abiya menemani kakek berkeliling kampung, mencari barang bekas. Mereka berbincang-bincang sepanjang jalan, saling berbagi cerita. Kakek merasa seperti mendapatkan cucu baru, dan Abiya merasa seperti memiliki kakek sendiri.
Kampung yang mereka lalui terasa lebih hidup dengan kehadiran Abiya. Anak-anak lain yang sedang bermain di bawah rintik hujan melambai kepada mereka, dan beberapa ibu-ibu yang sedang menjemur pakaian di bawah atap yang bocor menyapa dengan senyum hangat. Kehadiran Abiya memberikan semangat baru bagi kakek, yang selama ini hanya ditemani kesunyian.
“Abiya, apakah kamu senang membantu Kakek?” tanya si kakek sambil terus mendorong gerobaknya.
“Tentu, Kek. Abiya senang bisa membantu. Abiya ingin kakek dan nenek tidak kesusahan lagi,” jawab Abiya dengan tulus.
Perjalanan mereka diwarnai canda tawa dan cerita. Kakek bercerita tentang masa mudanya, tentang bagaimana dia dan nenek pertama kali bertemu. Tentang bagaimana cinta mereka tumbuh meski tanpa kehadiran anak. Cerita-cerita itu membuat Abiya terharu dan semakin menyayangi kakek dan nenek.
Ketika matahari mulai meninggi dan hujan mulai reda, mereka kembali ke rumah dengan gerobak yang penuh. Di rumah, nenek sudah menyiapkan makan siang sederhana, tetapi penuh kasih. Mereka makan bersama, merasakan kebahagiaan yang sederhana namun mendalam.
Dalam kesederhanaan hidup, ada kebahagiaan yang tak ternilai. Kebahagiaan yang datang dari hati yang tulus, dari kebaikan yang menembus hujan rintik-rintik. Pak Huntara dan Abiya terus mendukung kakek dan nenek, membuktikan bahwa dalam keterbatasan, masih ada cinta dan harapan yang selalu bersinar.