Adila adalah putra kedua dari Kurniadi dan Niarna yang masih duduk dibangku sekolah dasar kelas dua SD, Adilla sangat dekat dengan ayahnya, kemanapun ayahnya pergi selalu Adila diajaknya, Ibu Adila adalah seorang guru, dan ayah Adilla adalah seorang wirasswasta memiliki toko Sembako, Adilla selalu diajak ketika bundanya kuliah di hari Jumat dan Sabtu, dan juga ketika ayahnya belanja stok toko ke Bandar Lampung, mereka berangkat belanja ataupun berangkat kuliah selalu menunggu Adilla pulang sekolah, di jemput di sekolah dan dibawakan ganti baju serta makan siang di mobil, sambil ganti baju sambil disuapi makan siang di mobil, dan tak lama kemudian Adilla pun tertidur di mobill, karena Adilla dan bundanya memiliki sifat yang sama yaitu “pelor” nempel lalu molor itu julukan Ayah ke Bunda dan Adilla.
Siang itu Adilla sedang nonton film “Boboy” kesukaan nya, Ayah Adilla bertanya kepada Adilla, Adilla cita-citanya mau jadi apa nanti kalo sudah besar?, Mau jadi pesepak bola terkenal yah, Nah kalo sudah jadi pesepak bola terkenal uangnya buat apa?, Uangnya nanti tak kasihkan ke Bunda lah, Nah kok ke Bunda Ayah gak di kasih tah? “Adilla pun terdiam dan bingung kenapa jawabanya seperti itu, dan Cuma geleng-geleng kepala kebingungan.
Satu Minggu kemudian Niarna bundanya Adilla Flu karena kebetulan di bulan Desember caucanya sering hujan dan Niarnapun sering lembur hingga sore karena mengemaban tugas menjadi panitia Semester Ganjil di sekolah. Kurniadi selalu siaga anter jemput Niarna karena cuaca buruk dan sering hujan, biasanya kalo tidak hujan Niarna selalu berangkat sendiri ke sekolah dengan mengendarai motor sendiri, namun karena sering hujan Niarna diantar jemput pakai mobil selama satu minggu oleh Kurniadi agar istrinya tidak kehujanan karena Niarna juga sedang Flu, dan Adilla pun tertular Flu dan kami berdua sering bercanda mengelapkan ingus kita ke Kurniadi, “Adilla dan Niarna kompak kasih ingus ke Ayah yukkk”, sambil becanda di depan TV kami lap kan ingus kami ke bajunya Kurniadi, Kurniadipun sambil tersenyum.”Bunda ini loh nanti ayah ketularan!”, Biarin ayah ketularan kan biar sama-sama Flu!” Jawab Niarna dan Adilla serempak!”.
Seminggu kemudian, Ulangan Semester ganjil telah usai, waktunya kita liburan , “Hore-hore Libur telah tiba!”, Niarna dan keluargapun berencana untuk liburan ke Lampung Utara, tempat Ayah dan Ibunya Kurniadi, Kurniadi pun mengajak adik-adiknya tuk kumpul di rumah orang tua selama liburan, semua adik-adiknya yang di Bandar Lampung, Jakarta, di telponnya untuk liburan bareng, sambil menasehati adik-adiknya lewat telepon, “Ayo mumpung Bapak dan Ibu masih ada kita kumpul bareng liburan, nanti kalo sudah mereka tidak ada kita akan rindu moment ini!”.
Hari Minggu pagi kita packing dan siap-siap untuk ke rumah Nenek dan kakek, sebelum berangkat Kurniadi mengajak Niarna berobat dulu ke Mantri dekat rumah yang kebetulan mantra tersebut teman kerja Kurniadi, “Bunda sebelum berangkat Ayah mau cek tensi darah dulu bun, kok kayaknya darah ayah rendah agak geleyengan dan flu, ini efek ketularan kalian!”. Sesampainya di Mantri di cek tensi darah ternyata darahnya rendah 60 per 90, “Wah ini rendah sekali!” kata pak Matri, “Terus Om, gimana caranya agar cepat pulih tensinya ke Normal Om?”Tanya Niarna ke Mantri. ‘Ini mau ke Lampung Utara kan? Mampir aja di Bandar Lampung beli obat penambah darah Curvit nama nya di Apotik Enggal, terus jangan begadang ya, perbanyak air degan dan konsumsi pisang ambon, karena suami Niarna selama ini menderita kurang Kalium, tidak bias begadang dan capek maka kalium nya akan rendah dan biasanya kalo sudah mengkonsumsi pisang dan air degan maka kondisinya akan pulih kembali kaliumnya akan normal kembali.
Akhirnya Niarna dan keluargapun berangkat untuk liburan, namun sebelum berangkat Kurniadi meminta anak gadisnya untuk menyetir mobil karena kondisinya kurang Fit, “Naura kamu yang nyetir mobil ya, ayah kurang Fit, sekalian belajar nyetir mobil jarak jauh ke jalan lintas, biar nanti bias anter jemput Bunda ya, Sekolah bareng Bunda bawa mobil jadi tak perlu Ayah yang bolak-balik anter Bunda, Bisa gentian kita!.” “Bunda juga belajar nyetir mobil Bun, Biar kalo cuaca hujan tidak kehujanan, biar kalo belanja dan anter pesanan gak breotan.” “Nah buat apa ada Ayah, kalo bunda harus belajar mobil, “Bunda sengaja kok nggak mau belajar mobil biar Ayah bias anter jemput bunda , Jawab Niarna!”.
Sepanjang jalan Kurniadi menjadi mentor putrinya menyetir mobil, mengajari cara nyalip, mengajari ketika ada tanjakan, dan turunan, cara ngesen dll, sementara Niarna dan Putra bungsunya tidur lelap sepanjang perjalanan, maklum lah Niarna dan Adilla memiliki sifat yang sama suka “pelor” kalo naik mobil, begitu nempel langsung molor, itu julukan Kurniadi kepada Niarna dan Adilla bungsunya.
Setibanya di Bandar lampung, kami mampir dulu ke pasar tengah untuk belanja alat tulis dan gerabatan untuk mengisi toko kami, barang belanjaan itu kami taro di bagasi, sambil menyelam minum air sambil lewat sambil belanja. Tiba-tiba handphone Niarna yang sedang dimainkan oleh Adilla berdering, Adilla pun segera berlari mendekati Niarna, “Bunda…Bunda …Nenek telfon!, Lalu handphone pun diberikan Adilla ke Bundanya,
“Halo…ya bu, Ternyata yang telfon adalah adik Ipar Niarna, yang menggunakan Handphone ibu, “Saya Meli Yuk, Oh ya Meli, apa Khabar?”,
“Sehat Yuk!” Ayu juga gimana khabarnya?”
“Allamdulilah sehat!”, “Gimana Mel?,
“Oya Yuk, Meli sama ibu kan sudah diperjalananan naik kereta, mau ke Bandar Lampung, Sekitar jam 21.00 Wib, sampai di Bambu Kuning, Bisa gak Kakak jemput Ibu dan Aku di Bambu Kuning, karena mau jenguk Yuk Dara yang kemarin melahirkan sesar, di rumah sakit Abdul Muluk yuk, !,
“Oh ya bisa!”, karena kebetulan Ayuk dan Kakak sudah di Bandar Lampung sedang belanja, rencananya setelah belanja kita mau liburan ke tempat Nenek, nah kebetulan sekali nenek malah mau ke Bandar Lampung jenguk Cik Dara, Berarti ayuk dan keluarga nginep dulu ini di rumah Dara, sambil jenguk Dara di rumah sakit.
”Alhamdullah kalo begitu Yuk, Berarti Kakak bisa jemput kita ya yuk, !”
“Bisa Insyaalah!”
Niarnapun memberi tahu Kurniadi bahwa Nenek ternyata sudah otwe ke Bandar Lampung, jadi kita nginep dulu di rumah Dara tuk jenguk Dara dan jempt nenek di Stasuin Kereta Api, Adilla pun riang gembira. “Asyik…Asyik..nenek datang dan Rifa, Rifa adalah anak dari Meli yang seumuran dengan Adilla mereka berdua sepupuan yang seumuran dan akrab, mereka selalu saling merindu.
Setelah Usai belanja, kami sekeluragapun bergegas tuk lanjutkan perjalanan ke Apotik Enggal untuk membeli obat penambah darah yang dianjurkan Mantri, dan kebetulan di depan Apotik ada yang jual degan dan pisang Ambon, kamipun sekalian membelinya. Lalu kamipun melanjutkan perjalanan ke Teluk ke Rumah Dara, Adiknya Kurniadi, kami istirahat dan Kurniadipun minum obat serta tak lama memakan pisang dan meminum air degan, sementara Adilla asyik bermain dengan anaknya Dara Naufal di pekarangan rumah.
Tepat jam 21.00 Wib akhirnya Kurniadi pun berangkat jemput Nenek dan Cik Meli ke stasuin kereta dengan ditemani oleh Anak gadisnya, Adilla dan Naufal, sementara Niarna di rumah karena rumah Dara Kosong Dara dan suaminya masih di rumah sakit, ternyata ada keterlambatan kereta tiba pukul 22.30 Wib, dan akhirnya nenek pun tiba di rumah dara pukul 23.00 Wib, setelah kami besenda gurau melepas kangen kamipun, tidur istirahat.
Tepat di pukul 03.00 Wib Nenek pun terbangun dan menuju ke kamar Mandi untuk sholat Tahajud, Niarnapun terbangun dan ke kamar Mandi mengambil air wudhu untuk sholat tahajud, Niarna dan Nenek terkejut ketika melihat Kurniadi masih nonton bola jam segitu dengan teriak goal…goal….goal…akhirnya nenek pun menghampiri Kurniadi, dan Bilang
” Sudah isitirahat tidur, jaga kesehatan, ini dah jam 3.00 pagi, kamu kan darahnya rendah, ingat kata Mantri jangan begadang.”
“Iya bu, ini dah selesai kok, Kurniadipun menuju kamar untuk istirahat dan tidur.”
Adzan subuhpun berkumandang, Nenekpun terbangun dan menuju Kamar Mandi untuk mandi dan Wudhu, begitupun Niarna bangun, dan membangunkan Kurniadi untuk sholat Shubuh.
“Ayah bangun yah, dah Shubuh!”, Kurniadipun terbagun sambil mearatap.
“Bunda badan ayah tidak bias digerakkan.”
“Serius Ayah?”
“Iya bunda, tolong Ayah Bunda, Ayah pingin ke kamar Mandi!”
“Niarnapun memanggil ibu, Nek….nek….tolong nek Ayah gak bias bangun.
Nenekpun bergegas menghampiri dengan wajah sedih, “Kenapa Nak?
“Kurniadipun langsung memeluk nenek dan Niarna sambil berucap.
“Ibu…..bunda, maafkan ya kalo selama ini selalu merepotkan, Adi sudah tidak kuat lagi, Maafkan Adi ya ibu….Bunda, Bunda tolong jaga anak-anak ya!.”
Seketika itu suasana menjadi mencekam, sedih dan seperti ada petir menyambar di siang bolong,
“Ayah…ayah harus kuat, ayo Ayah kita berobat, Ayah pasti sembuh, ingat kita masih ada Adilla yang masih butuh kasih saying Ayah, Adilla masih kecil Ayah, Ayah jangan pergi, ayo kita berobat Ayah!”.
Niarnapun membangunkan anak gadisnya dan seisi rumah terbangun dan tangispun pecah semua menagis, hingga akhirnya Niarna meminta tolong Adik Iparnya untuk mencarikan taksi Online karena anak gadis Niarna tak punya Sim tak berani jika membawa mobil di dalam kota dan parker di rumahsakit belum terbiasa.
Kami sepakat untuk membawa Kurniadi ke Rumah Sakit Abdul Muluk Tempat Adik Kurniadi Dara di rawat pasca melahirkan agar kelurga sekalian tidak bolak-balik dengan rumah sakit yang berbeda. Setibanya di rumah sakit karena itu tanggal 25 Desember tepat hari Natal dokter specialis nya sedang libur, kami ditangani oleh dokter jaga.
Setelah dapat kamar, malamnya Kurniadi sama sekali tak membiarkan Niarna Tidur, Setiapkali Niarna akan tertidur di bangunkannya. Setelah sholat shubuh Kurniadi sesak nafas, Niarnapun panik langsung panggil perawat, lalu Kuniadipun di pasang oksigen, Kurniadi terus meminta maaf kepada Niarna dan Ibu, bilang tidak kuat, Lalu Niarnapun menuntun Kurniadi untuk mengucap “Lailahalilallah” terus kurniadi dibisikan itu oleh Niarna dan Ibu, lalu Niarnapun menelfon seluruh keluarga untuk memberitahu bahwa kurniadi kritis, untuk membawa Adilla dan putrinya ke rumahsakit untuk mendoakan ayahnya, Niarnapun terus mengaji membaca yasin, ketika membaca yasin yang ketiga kalinya selesai, Adilla dan Naura datang langsung memeluk ayahnya, Mereka berdua menagis tersedu, sambil berkata. “Ayah jangan tinggalkan Adilla dan Naura, kami sayang Ayah, Adilla dan Naura terus menagis tersedu, Adipun menjawab, Maafkan Ayah nak, Ayah sudah tidak kuat, Adilla dan Naura jaga Bunda ya!”, tak lama dari ucapan itu sambil mengucapkan “Lailahaillah” akhirnya ayahpun menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan kami, dipangkuan ibu tercinta, istri dan kedua anaknya, suasana berubah menjadi duka, seperti mimpi tapi ini adalah kenyataan. Sampai Adilla pun mencubit badannya apakah ini mimpi? Ayahku yang selama ini selalu bersamaiku, yang selalu ada di setiap langkahku, yang selalu memberikan kasih sayang untuk ku, pergi selamanya, “Teryata ini tidak mimpi, teryata cubitan ku terasa sakit, lalu Adilla pun menagis histeris sambil terus memangiil ayah…..ayah…ayah….ayah…ayah…Adillapun memeluk bunda nya, begitu pun Naura memeluk bundanya, akhirnya kami bertiga menagis pecah….seperti mimpi tapi ini benar-benar terjadi.
“Sayapku patah”
“Ayah kesayanganku telah pergi untuk selamanya”
5 tahun kemudian sayap patah kami kembali pulih perlahan, Kakakku Naura sekarang sudah lulus kuliah S1nya dari Unila, dan kini sudah menjadi Guru di SMK, Ibu ku Niarna yang dulunya tenaga Honorer Guru sudah diangkat ASN, dan Aku Adilla sudah duduk dibangku SMP kelas 2.
“Setiap ujian dari Allah SWT pasti ada jalan keluarnya”
“Allah menguji seorang hambanya karena Allah SWT akan menaikkan derajat orang tersebut ketingkat yang lebih tinggi.”
“Allah menguji kita karena kita mampu melaluinya”
“Allah memberikan ujian sekaligus lengkap dengan jalan keluarnya.”
Hidup ini harus terus berjalan, kami bertiga berusaha memulihkan sayap kami yang patah, dan akhirnya kami bertiga bias mengepakkan sayap kami kembali bersama-sama demi masa depan yang gemilang.