Tahun 2070, dunia telah berubah drastis. Di setiap sudut kota, manusia hampir tak lagi memegang kendali. Teknologi kecerdasan buatan, atau AI, telah mengambil alih segalanya—ekonomi, pemerintahan, bahkan keputusan-keputusan kecil dalam hidup sehari-hari. Di pusat-pusat perkotaan yang megah dan penuh gemerlap, orang-orang hidup di bawah bayang-bayang algoritma yang mengatur apa yang mereka makan, beli, dan pikirkan.
Namun, di sebuah desa terpencil bernama Nusa Asri, hidup berjalan dengan ritme berbeda. Di desa ini, para petani tetap setia pada cara hidup yang telah diwariskan turun-temurun. Meskipun mereka tahu tentang kemajuan teknologi yang merambah dunia luar, mereka memilih bertahan dengan kebebasan yang ditawarkan oleh tanah dan alam.
Pak Dermo adalah salah satu dari petani yang tersisa. Ia telah melihat dunia luar perlahan berubah menjadi tempat di mana manusia seolah-olah menjadi boneka bagi mesin-mesin pintar. Saat ia menatap sawah yang terbentang luas di depannya, ia merasa ada yang istimewa di balik kehidupan sederhana ini. Di sini, dia masih merasakan kebebasan, sesuatu yang semakin jarang ditemukan di luar desa mereka.
Suatu hari, Satyen, anak Pak Dermo yang kini bekerja di kota, pulang ke desa dengan berita yang tak diduga. “Bapak, dunia luar makin sulit. Banyak pekerjaan diambil alih oleh AI. Orang-orang kehilangan pekerjaan dan bergantung sepenuhnya pada sistem. Semua diatur mesin, bahkan keputusan hidup sehari-hari. Aku takut, Pak.”
Pak Dermo menatap anaknya dengan tenang, mempersilakan Satyen duduk di sampingnya di teras rumah. “Anakku, di sini kita hidup berbeda. Di kota, manusia terlalu bergantung pada teknologi, sampai lupa bagaimana caranya hidup mandiri. Tapi di desa ini, kita masih punya kekuatan yang mereka tak miliki: ketergantungan pada alam, bukan mesin.”
“Tapi sampai kapan kita bisa bertahan, Pak?” tanya Satyen dengan cemas. “Teknologi semakin kuat, dan mungkin suatu hari AI akan menguasai segalanya, bahkan pertanian.”
Pak Dermo tersenyum, menatap langit yang perlahan berubah warna keemasan oleh matahari terbenam. “Mesin mungkin bisa menggantikan banyak hal, tapi satu hal yang mereka tak bisa kuasai adalah hubungan kita dengan tanah ini. Kita tahu kapan tanah lapar akan air, kapan waktu yang tepat untuk menanam, bukan karena sensor, tapi karena hati kita yang merasakan. Alam berbicara pada kita dengan caranya sendiri, sesuatu yang takkan pernah bisa dipahami mesin.”
Malam itu, di bawah cahaya bintang, Satyen berpikir keras tentang perkataan ayahnya. Dunia di luar sana memang semakin tak terkendali oleh manusia. Banyak temannya di kota yang kehilangan arah hidup, bergantung penuh pada AI untuk membuat keputusan. Ketika algoritma rusak atau tak berjalan dengan baik, hidup mereka ikut kacau. Sementara di desa, meski kehidupan sederhana, ada kedamaian yang tak ternilai. Mereka tidak tergantung pada data atau sistem, tetapi pada siklus alam yang telah menghidupi mereka selama ribuan tahun.
Waktu berlalu, dan krisis besar melanda dunia. AI yang tadinya dianggap sebagai solusi bagi semua masalah, mulai menunjukkan kelemahannya. Sistem yang terlalu bergantung pada data dan teknologi akhirnya runtuh ketika jaringan global mengalami kerusakan besar. Kota-kota besar yang selama ini hidup dalam kenyamanan artifisial mendadak lumpuh. Tanpa arahan dari AI, orang-orang kehilangan kemampuan untuk menjalani hidup secara mandiri. Tak ada yang tahu bagaimana caranya bertani, bagaimana menumbuhkan makanan, atau bahkan bagaimana merawat diri sendiri tanpa bimbingan sistem.
Sementara itu, di Nusa Asri, kehidupan berjalan seperti biasa. Para petani tetap menanam padi, menebar benih, dan menuai hasilnya dengan tangan mereka sendiri. Mereka tahu bagaimana menghitung musim dengan merasakan angin, memandang bintang, dan mendengarkan suara burung di pagi hari. Ketika dunia luar terjebak dalam kekacauan, desa mereka menjadi satu-satunya tempat yang masih bisa bertahan.
Orang-orang dari kota mulai berdatangan, mencari tempat berlindung dan makanan. Mereka terkejut melihat betapa mandiri para petani ini, hidup tanpa bantuan teknologi yang selama ini mereka anggap mutlak diperlukan. Mereka melihat Pak Dermo dan petani lainnya bekerja dengan tenang di ladang, seolah-olah dunia tidak sedang mengalami krisis besar.
Satyen yang kini kembali tinggal di desa, melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana desa ini mampu bertahan. “Bapak benar,” gumamnya sambil memandang ayahnya yang tengah bekerja. “Di sini, kita tak bergantung pada teknologi. Kita hanya butuh tanah, air, dan semangat untuk terus hidup.”
Pak Dermo, sambil menabur pupuk alami ke tanah, mendekati Satyen dan menepuk pundaknya. “Ingat, anakku, teknologi itu hanyalah alat. Jangan biarkan kita dikuasai oleh alat-alat itu. Manusia punya kekuatan yang lebih besar dari semua mesin pintar di dunia ini: kemampuan untuk merasa, belajar dari alam, dan beradaptasi. Selama kita tahu bagaimana merawat tanah ini, kita akan selalu bertahan.”
Ketika dunia luar masih berjuang untuk pulih dari kehancuran yang disebabkan oleh ketergantungan mereka pada AI, Nusa Asri tetap berdiri kokoh, menjadi bukti bahwa dalam dunia yang serba canggih, manusia yang paling kuat adalah mereka yang masih bisa bersahabat dengan alam. Mereka yang tahu cara menanam, menuai, dan merawat bumi adalah yang benar-benar merdeka.
Di tengah peradaban yang kacau, hanya petani yang mampu bertahan.
Alhamdulillah setelah aku membaca cerpen membaca ku lebih lancar dan cerita nya bagus bagus terimakasih bapak/ibu guru yg sudah membimbing kita semangat terus guru guru SMK negeri 2 kalianda
Ketika dunia luar masih berjuang untuk pulih dari kehancuran yang disebabkan oleh ketergantungan mereka pada AI, Nusa Asri tetap berdiri kokoh, menjadi bukti bahwa dalam dunia yang serba canggih, manusia yang paling kuat adalah mereka yang masih bisa bersahabat dengan alam
manusia yang paling kuat adalah mereka yang masih bisa bersahabat dengan alam. Mereka yang tahu cara menanam, menuai, dan merawat bumi adalah yang benar-benar merdeka.
Di tengah peradaban yang kacau, hanya petani yang mampu bertahan.
Tidak ada kata lelah untuk bersahabat dengan alam yang indah perbedaan yang kacau hanya yang berkebun yang selalu bersemangat
Kita harus bersabar/berproses untuk meraih apa yang kita inginkan
Di tengah peradaban yang berantakan, hanya petani yang mampu bertahan.
Kita tidak boleh bergantung pada sitem walaupun kita di desa menggunakan bahan alam
Ketika dunia luar masih berjuang untuk pulih dari kehancuran yang disebabkan oleh ketergantungan mereka pada AI, Nusa Asri tetap berdiri kokoh, menjadi bukti bahwa dalam dunia yang serba canggih, manusia yang paling kuat adalah mereka yang masih bisa bersahabat dengan alam
Dalam kehidupan sehari hari kita tidak dapat hanya mengandalkan teknologi
Kake cangkul dan nenek goyang
Petani gagal bukan disebabkan oleh hama, tetapi oleh keadan yang mereka butuhkan
Cerita nya bagus dan bikin termotivasi=Manusia yang bergantung dengan AI tidak selama nya hidup dengan tenang dan nyaman, tapi manusia yang bergantung dengan alam akan senantiasa hidup dengan tenaga dan nyaman karna mereka bisa mengendalikan alam ,bukan di kendalikan AI
Ceritanya bagus menginspirasi
Saya menyukainya
Ceritanya bagus menginspirasi
Saya suka