Namaku Iynas Syafiqoh Hasanah, panggil saja Iynas. Nama itu bukan sembarang nama, penuh harapan dari orang tuaku agar aku menjadi anak yang baik hati, penuh kasih sayang, dan selalu berbuat kebaikan. Sederhana, tapi dalam. Lima belas tahun lalu, aku masih anak kecil berusia dua tahun yang senang sekali karena sebentar lagi akan punya adik baru.
Waktu itu, kabarnya aku akan punya lebih dari satu adik! Bukan cuma satu, tetapi tiga sekaligus. “Mbak Iynas mau punya adik ya?” tanya seorang ibu dekat rumah. “Iya…” jawabku sambil tersenyum malu-malu. “Berapa adiknya?” lanjutnya lagi. Dengan penuh kebanggaan, aku mengacungkan jari manis, tengah, dan telunjukku. “Tiga!” kataku sambil tersenyum ceria. Aku senang, meskipun tidak sebesar keriuhan orang-orang di sekitarku yang tak henti-hentinya kaget dan cemas. Umiku mendapat perhatian lebih dari biasanya, semua memberi motivasi, doa, dan pujian. “Sabar ya, kuat, ini amanah luar biasa dari Allah,” kata mereka. Tapi ada juga yang geleng-geleng kepala, takjub, “Ya Allah, banyak amat ada tiga!”
Waktu terus berjalan, dan tepat pada 18 November 2010, tiga adik perempuanku lahir melalui operasi Caesar. Tiga bayi perempuan mungil, semua seperti aku, kakak tertua mereka. Karena lahir prematur, adik kembarku harus masuk incubator. Mereka kecil sekali dan rapuh, perlu oksigen untuk bisa bernapas lebih baik. Aku sedih, umi dan abiku juga. Kami sekeluarga berdoa agar mereka segera pulih dan bisa pulang.
Beberapa hari berlalu, akhirnya salah satu dari mereka boleh pulang duluan. Tidak lama kemudian, dua adik lainnya juga ikut pulang. Senang sekali rasanya, kini rumah kami penuh dengan tangisan bayi kembar tiga! Semua bayi dalam satu box, lucu dan menggemaskan. Aku sering duduk di samping mereka, menjaga dengan sepenuh hati. Nayfah, Naylah, dan Naymah, itulah nama mereka, sering kupanggil “Nay3” atau kadang sekadar “adik kembar.”
Mereka bertiga memang mirip sekali, tapi ada beberapa perbedaan yang membuatku bisa mengenali mereka. Nayfah punya tanda lahir di hidung sebelah kiri, sebuah tahi lalat kecil. Naylah punya tanda berwarna hijau kecokelatan di punggung telapak tangannya, di antara jari manis dan tengah. Sedangkan Naymah, lama-lama muncul tahi lalat tipis di alis kanan. Dari tanda-tanda kecil itu, aku belajar membedakan mereka satu per satu.
Namun, ada satu hal yang kadang membuatku merasa sedih, bahkan marah. Orang-orang selalu memperhatikan adik-adikku, terutama si kembar. “Ya Allah, lucu ya, cantik-cantik si kembar,” kata mereka, tanpa menyadari keberadaanku. Kadang aku merasa terpinggirkan, seperti bayang-bayang dari popularitas adik kembar yang selalu jadi pusat perhatian. Tapi aku belajar untuk ikhlas dan lapang dada. Setiap kali ada yang lupa menegurku, aku tersenyum dan berkata pelan, “Siapa dulu dong embaknya.”
Hari-hari kami lalui bersama dengan penuh warna. Bermain, tertawa, bahkan bertengkar adalah hal biasa. Tiga adik kembarku tak hanya menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga, tetapi juga bagian dari petualangan masa kecilku. Ada saat-saat aku harus menjadi “polisi” kecil yang mendamaikan mereka ketika bertengkar, ada juga waktu di mana aku harus rela mengalah.
Kini, kami semua sudah besar. Nayfah, Naylah, dan Naymah sudah sekolah. Aku juga. Meski mereka kembar, setiap dari mereka punya karakter yang berbeda. Nayfah yang lebih tenang dan pendiam, Naylah yang ceria dan selalu penuh energi, sementara Naymah si pemikir yang suka merenung. Ketika kami bermain bersama, rasanya dunia ini hanya milik kami berempat.
Aku bangga menjadi kakak mereka. Aku yang dulu hanya anak kecil berusia dua tahun, kini menjadi kakak yang dewasa, yang selalu ada untuk mereka. Kadang kami saling memberi semangat, saling mendukung untuk menjadi lebih baik. Meski kami berbeda usia, hubungan kami sangat erat. Aku belajar banyak dari mereka, bahkan mungkin lebih banyak dari yang mereka pelajari dariku.
Tentu saja, tidak selalu mulus. Ada saat-saat di mana aku merasa lelah, terutama ketika mereka bertiga meminta perhatian dalam waktu yang bersamaan. Namun, ketika aku melihat wajah mereka yang polos, segala keluhan sirna. Ada kekuatan tersendiri yang membuatku selalu berusaha menjadi kakak yang baik bagi mereka. Sebuah rasa tanggung jawab yang tidak pernah diajarkan, tetapi lahir begitu saja.
Mungkin bagi orang lain, memiliki adik kembar tiga adalah hal yang luar biasa, tapi bagiku, mereka adalah keajaiban kecil yang membuat hidupku penuh warna. Dengan segala dinamika dan kebahagiaan, aku tak pernah menyesal menjadi kakak dari tiga adik yang begitu istimewa ini. Meski terkadang sulit, di sinilah letak keajaibannya dalam kesederhanaan dan cinta tanpa syarat yang kami bagi bersama.
Aku, Iynas Syafiqoh Hasanah, kakak dari Nayfah, Naylah, dan Naymah. Kami mungkin bertengkar, kami mungkin berbeda, tapi pada akhirnya, kami selalu kembali ke pelukan keluarga. Karena, itulah arti sebenarnya dari menjadi keluarga…. selalu ada, bersama, dalam suka maupun duka.
Syukuri apa yg di berikan Allah karna itu adalah Rahmat dan karunia nya jangan pernah merasa merugi akan apa yg ia berikan kepada keluarga mu apalagi anak kembar3
Iynas sangat senang karena akan mempunyai adik kembar 3
Tapi satu adik nya sangat kecil dan harus di masukan inkubator agar pernapasan nya lancar
Syukuri apa yg di berikan tuhandan syukuri apa yang di berikan
Alhamdulillah
Syukuri apa yg di berikan tuhan dan jangan pernah kau sesali pemberian nya
PULANG CEPET
Syukuri apa yg di berikan Allah karna itu adalah Rahmat dan karunia nya jangan pernah merasa merugi karena yg ia berikan kepada keluarga mu apalagi anak kembar3
Anak ku berkembar 3 nama yg pertama:aan iin oon iya sangat hebat
Gacor pak
Gacorr parah pak
😄