Pukul 07.15 WIB dari speaker sekolah yang jangkauan suaranya terdengar hingga radius ratusan meter, berkumandang lagu mars SMK yang menggelora. Kesibukan di SMK Taruna Sdaka baru saja dimulai, satu persatu siswa mulai memasuki kelas. Hari Rabu pembelajaran diawali dengan kegiatan ” Lampung Mengaji”, terdengar lantunan ayat suci yang menenangkan hati, tak berselang lama sayup-sayup terdengar suara pak Joko memulai pelajaran dan menjelaskan tentang penting nya sikap jujur pada mata pelajaran Pendidikan Anti Korupsi di kelas X APL pada jam kedua, begitulah keseharian di SMK Taruna Sdaka.
Diana adalah siswa yang memiliki perawakan yang sedikit berbobot karena memiliki berat tubuh diatas rata-rata kawan sebayanya, seringkali ia menerima candaan yang mengarah pada body shaming karena penampilannya, bukannya tidak berupaya agar terlihat langsing, berbagai usaha sudah dicobanya dari mulai diet hingga bergabung dengan komunitas “Kawan Lari” namun karena secara genetik dia memiliki kecenderungan gemuk, ibarat hanya minum air putih pun membuat timbangannya bergeser ke kanan. Tentu saja kehadirannya sangat mencolok, apalagi saat upacara bendera dimana ia berbaris di antara deretan kawan-kawannya, dengan semua candaan yang ia terima tidak membuat Diana menderita, Diana dibesarkan oleh kedua orangtua yang sangat menyayanginya, tangki cinta dalam dirinya selalu berlimpah, karena dukungan yang ia terima itu lah Diana tumbuh menjadi gadis yang ceria dan supel, suara tawa nya akan menggema jika sedang bercanda dengan sahabat karibnya di sela istirahat sekolah.
Kepribadian yang sebaliknya ditunjukkan oleh kawan sebangkunya. Astrid, gadis manis berjilbab ini sangat pendiam bahkan sangat irit berbicara, terkadang terlihat sedikit gugup dengan mata yang selalu memandang ke bawah seperti menghindari lawan bicara. Karena pendiam, Astrid tidak populer walau kemampuan akademiknya diatas rata-rata karena sikap introvert nya membuatnya malu tampil dimuka umum, temannya pun hanya beberapa orang saja termasuk Diana. Tentu saja mereka memiliki dua kepribadian yang saling bertolak belakang, namun mereka berdua sangat dekat layaknya sahabat.
Memasuki jam pelajaran ketiga, pelajaran matematika yang sangat disukai Astrid, sayangnya bu Tari berhalangan masuk, saat jamkos ini lah Astrid mengeluhkan kepala nya yang tiba-tiba pusing, sebenarnya ia sudah lama menderita migren tapi tidak berani bilang pada keluarga nya, rasa sakit itu ditelan sendiri, selama ini Astrid tinggal hanya berdua saja dengan neneknya sementara kedua orangtua nya telah memiliki keluarga masing-masing setelah perceraian 6 tahun yang lalu.
“Na, Aku kambuh lagi nih migrennya, kepala ku terasa berat, “kata Astrid terlihat pucat.
Mendengar hal itu Diana sangat khawatir dan berinisiatif meminta obat sakit kepala di ruang UKS sekolah, ” sabar ya trid, aku ke ruang UKS dulu ya untuk mencari obat?”, serunya.
Tak lama dengan tergopoh-gopoh, Diana membawa obat penahan rasa nyeri dan segelas air putih dan langsung memberikannya kepada Astrid, dengan lemah Astrid meminum obat tersebut kemudian menyandarkan kepalanya di dinding. “ Astrid,kamu harus berobat ke dokter, jangan dibiarkan begitu saja”, kata Diana khawatir.
Diana iba dengan penderitaan yang dialami Astrid, sambil berbisik ia bertanya lirih, ” Sebenarnya kamu sedang punya masalah apa?, kalau kamu percaya sama aku, cerita lah, siapa tahu aku bisa bantu cari solusi nya”, ujar Diana.
“Nanti kalau istirahat saja ya na, aku pasti cerita”, kata Astrid lirih, “sekarang kita diskusikan dulu tugas matematika ini,” lanjutnya.
Tak lama berselang jam istirahat tiba, ketika semua anak pergi ke kantin, di kelas hanya tinggal mereka berdua saja, Diana menagih janji Astrid untuk menceritakan keluh kesah nya.
Mengalir lah dari mulut Astrid cerita berapa kesalnya dia karena neneknya yang selalu memarahinya bahkan untuk masalah yang sangat sepele
” Bayangkan na, aku tidak mencuci piring sehabis makan saja, nenek sudah marah-marah, padahal aku lupa, biasanya juga aku selalu membantu nenek merapihkan rumah tanpa disuruh”, ucapnya dengan muka sedih. “Aku juga bingung, ayah dan ibu tidak pernah menengok, sebentar lagi kita akan membayar uang untuk kunjungan industry, aku harus minta uang kemana?, lanjutnya sambil memandang keluar jendela dengan tatapan kosong.
Diana hanya bisa termenung, ia tahu bahwa selama ini sang nenek yang menanggung biaya sekolah cucu nya, dari uang pensiunan kakeknya yang tidak seberapa, sudah bisa dipastikan kehidupan Astrid sangat sederhana, tambah lagi dia merasa diabaikan oleh kedua orangtuanya,karena semenjak bercerai mereka disibukkan oleh keluarga baru dan hampir tidak pernah berjumpa dengan Astrid kecuali saat lebaran, saat itu Astrid yang mendatangi rumah ayah dan ibunya walau mereka masih tinggal dalam satu kota.
Diana yang suka ikut kajian keputrian setiap pekan teringat pesan yang pernah disampaikan mbak Rima, mentor keputrian. Saat itu ada percakapan yang menarik dan selalu diingatnya. Mbak Rima pernah menceritakan tentang seorang guru yang memberi tugas kepada muridnya untuk menuliskan celaan atau makian dan perlakuan yang tidak menyenangkan orang lain pada dirinya dan setiap hal – hal yang membuatnya sakit hati disimbolkan dengan satu kentang, tugas yang diberikan guru itu hanya satu, “masukkan kentang- kentang itu kedalam satu wadah dan bawalah wadah yang berisi kentang itu kemana pun”.
Tentu saja semakin banyak rasa sakit hati yang dirasakan maka semakin banyak pula kentang yang di bawa, seiring berjalannya waktu maka wadah yang berisi kentang itu mulai membusuk dan menimbulkan aroma tidak sedap. Lama kelamaan tidak akan ada yang kuat menahan bau itu saat membawa wadah jika kentang yang busuk tersebut tidak segera dibuang.
Kisah tentang kentang busuk itu diceritakan kembali kepada Astrid, dengan penuh iba Diana memegang tangan Astrid dan berkata , ” Astrid, kamu harus membuang rasa sakit hati mu pada kedua orangtua yang mengabaikan mu juga kepada nenek yang selalu marah-marah, karena semua luka yang kau peluk itu akan menyakitimu”.
“Terima lah ketentuan dari Allah SWT dengan hati ikhlas, aku tahu bagaimana sakit dan kecewa nya kamu tapi jangan benci ayah dan ibu mu, kita doakan mereka sebagai tanda bakti kita, karena ikatan darah sangat kuat, mungkin mereka punya alasan tersendiri sehingga tidak mengabarimu, aku selalu berdoa semoga hubungan mu dengan kedua orangtua mu dapat terjalin harmonis kelak”,sambungnya.
Pelupuk mata Astrid sudah basah menahan tangis, mendengar penuturan sahabatnya, Astrid merasa beruntung memiliki “support system” sahabat yang selalu menemaninya di kala suka maupun duka. Aura positif Diana perlahan menular pada dirinya membuat ia sadar, ibarat kentang busuk, rasa marah yang membuncah dalam hatinya yang menyebabkan ia sering sakit kepala harus segera dibuang, ia harus memaafkan orang-orang yang dicintainya dan berbaik sangka pada ketentuan Allah, Ah ABG yang belum 17 tahun usia nya ini dipaksa dewasa oleh keadaan.
Bel berbunyi tanda istirahat berakhir, Astrid segera menghapus air mata, ia tidak mau terlihat bersedih. Kawan-kawan lain sudah memasuki kelas dan bersiap-siap mengganti baju olahraga menuju lapangan untuk bermain bola voli bersama pak Ihsan, guru PJOK. Sesaat dua sahabat itu mengakhiri pembicaraan.
Sepulang sekolah, sesampainya dirumah,Astrid segera mencari keberadaan neneknya, ia mencium tangan neneknya dan berkata “ Nek,maafkan Astrid ya karena suka membuat nenek marah”
Melihat hal tersebut sang nenek tersenyum, badannya yang mulai ringkih memeluk cucunya dengan erat sambil mencium kening Astrid, nenek berkata “ tumben, ada angin apa ini kok kamu tiba tiba minta maaf,nenek sayaaang sekali sama Astrid, maafkan nenek ya kalau nada suara nenek meninggi, kamu cucu nenek satu-satunya”.
Astrid sangat bahagia ternyata dengan meminta maaf kepada sang nenek dan memberi maaf untuk kedua orangtua nya membuat hatinya serasa plong.
Keesokan harinya, rutinitas di SMK Taruna Sdaka berjalan seperti biasa, namun ada hal lain yang terjadi, Astrid sedikit lebih ceria dibanding hari sebelumnya, ia senang mendapat lingkungan kelas yang saling mendukung, sambil menghempaskan tasnya diatas meja Astrid tersenyum pada sahabatnya dan berkata” Migren ku hilang Na, nasehat mu manjur, terimakasih ya Diana cantik”, kata Astrid sambil tersenyum ceria.
Astrid sudah membuang rasa kesal dan amarah, ia sudah bisa menerima keadaan, ternyata dari pikiran yang positif membuat hati menjadi riang gembira, yah Astrid sudah tidak menyimpan kentang busuk lagi, hatinya diliputi rasa syukur, semoga sakit migrennya benar benar sembuh. Ia berjanji akan selalu mendoakan nenek dan kedua orangtuanya sebagai baktinya untuk orang-orang tercinta.
PROFIL
Cici Masturoh, wanita paruh baya yang telah mengabdi di SMK Negeri 2 Kalianda selama lebih dari dua dekade ini mengajar pada kompetensi keahlian Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut. Aktivitas diluar jam mengajar dengan terlibat langsung di berbagai organisasi kemasyarakatan yang peduli pada pemberdayaan perempuan,anak dan keluarga Indonesia dan bergabung dalam barisan Forum Guru Motivator Penggerak Literasi(FGMPL) Lampung Selatan
Kisah tentang kentang busuk itu diceritakan kembali kepada Astrid, dengan penuh iba Diana memegang tangan Astrid dan berkata , ” Astrid, kamu harus membuang rasa sakit hati mu pada kedua orangtua yang mengabaikan mu juga kepada nenek yang selalu marah-marah, karena semua luka yang kau peluk itu akan menyakitimu”.