Pada tanggal 16 Desember 2024, pagi yang cerah menyambut Pak Huntara dan Abiya. Pagi itu terasa istimewa karena Pak Huntara akhirnya bisa bertemu dengan sahabat lamanya, Pak Ali Shobah, yang dulunya teman kos saat mereka kuliah di Jakarta. Sudah hampir dua dekade mereka tidak bertemu, namun persahabatan mereka tetap terjalin meskipun jarak memisahkan. Kini, Pak Ali bekerja di Kementerian Pertanian, sedangkan Pak Huntara yang berusia 40 tahun, tampan dan penuh semangat, berlibur di Jakarta bersama Abiya.
Abiya, yang duduk di kursi depan mobil, memandang ayahnya dengan penuh rasa ingin tahu. “Papi, siapa yang mau papi temui hari ini?” tanyanya dengan penuh semangat.
“Sahabat Papi, Ali Shobah,” jawab Pak Huntara sambil tersenyum. “Beliau teman kos Papi waktu kuliah dulu. Sudah lama banget nggak ketemu. Hari ini kita mau ke kantor Kementerian Pertanian.”
Abiya tampak antusias. “Oh, sahabat Papi yang sudah lama banget nggak ketemu, ya? Boleh ikut nggak?” tanyanya.
“Tentu saja, Nak. Papi senang kalau kamu ikut. Kita akan bertemu sahabat Papi yang sudah lama sekali tidak bertemu,” jawab Pak Huntara sambil tersenyum hangat.
Perjalanan mereka menuju kantor Kementerian Pertanian yang terletak di Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan, Jakarta Selatan, ditempuh dengan lancar. Jakarta, meskipun terkenal dengan kemacetan yang tiada henti, pagi itu terasa lebih tenang. Sesampainya di sana, Pak Huntara langsung menuju pintu utama gedung, dan mengarahkan langkah mereka ke satpam.
Setelah memberitahukan tujuan mereka, satpam yang ramah mengantar mereka ke ruang kerja Pak Ali. Begitu pintu ruangannya terbuka, Pak Ali langsung berdiri dengan senyuman lebar. Tanpa menunggu lagi, mereka saling berpelukan erat, merayakan pertemuan yang sudah lama dinantikan.
“Pak Huntara! Lama banget nggak ketemu!” seru Pak Ali, suaranya penuh kebahagiaan. “Sehat-sehat, kan?”
“Alhamdulillah, sehat, Pak Ali!” jawab Pak Huntara dengan gembira. “Senang sekali bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Ini, saya bawa oleh-oleh kopi khas Lampung,” katanya sambil memberikan oleh-oleh kopi.
“Terima kasih, Pak Huntara! Wah, pasti enak nih!” jawab Pak Ali sambil tersenyum menerima oleh-oleh itu.
Mereka pun duduk dan mulai mengobrol, mengenang masa-masa kuliah di Jakarta, dan berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Abiya yang duduk di tengah mereka, mendengarkan dengan penuh perhatian. “Papi, cerita apa saja sih yang kalian bicarakan?” tanya Abiya penasaran.
Pak Huntara tersenyum dan menjelaskan, “Pak Ali dan Papi dulu sering bercanda saat kos bersama. Kami banyak berbagi cerita, suka duka masa muda.”
Abiya mengangguk, meskipun ia merasa sedikit bingung, namun tetap tertarik dengan obrolan mereka yang penuh kenangan itu. Pak Huntara dan Pak Ali tampak menikmati waktu mereka, seperti tidak ada jarak waktu yang memisahkan.
Setelah lama berbincang, Pak Ali mengajak mereka untuk sarapan di kantin Kementerian Pertanian. “Ayo, Pak Huntara, sarapan dulu di kantin kementerian. Sekarang kantinnya sudah berubah, seperti Food Court di Mall. Banyak pilihan makanan enak!”
“Papi, kantinnya seperti Food Court ya? Wah, pasti seru!” kata Abiya dengan mata berbinar.
Pak Huntara mengangguk. “Iya, Nak. Kita coba makan di sana.”
Kantin Kementerian Pertanian memang sudah banyak berubah. Dulu, tempat ini mungkin hanya sebuah kantin biasa, tetapi kini tampak seperti Food Court dengan berbagai pilihan makanan. Mereka bertiga duduk bersama dan mulai menikmati hidangan sarapan yang lezat. Ada nasi goreng, mie ayam, dan berbagai pilihan masakan tradisional yang menggugah selera.
Sambil menikmati makanannya, Pak Huntara bertanya, “Jadi, Pak Ali, sekarang kerja di Kementerian Pertanian, ya?”
“Iya, saya bekerja di sini sekarang. Banyak yang harus diurus, terutama terkait dengan kebijakan pertanian dan membantu petani untuk meningkatkan hasil pertanian mereka,” jawab Pak Ali dengan semangat.
Abiya yang mendengarkan penjelasan Pak Ali tampak penasaran. “Pak Ali, jadi Bapak yang mengatur supaya petani bisa menghasilkan panen yang bagus, ya?” tanya Abiya dengan penuh rasa ingin tahu.
Pak Ali tertawa kecil, “Iya, Nak. Kami di sini bekerja untuk membantu para petani agar hasil pertanian mereka lebih baik. Agar mereka bisa menghasilkan pangan yang lebih berkualitas.”
Abiya mengangguk, meskipun ia sedikit bingung, namun tetap tertarik dengan penjelasan Pak Ali. “Wow, jadi petani itu sangat penting ya, Papi?”
“Betul, Nak. Tanpa petani, kita tidak bisa makan,” jawab Pak Huntara sambil tersenyum.
Setelah sarapan, mereka melanjutkan obrolan mereka, mengenang masa-masa saat mereka masih kuliah dan kos di Jakarta. Waktu berlalu begitu cepat, dan tak terasa sudah saatnya untuk berpamitan. “Pak Ali, terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk bertemu. Senang sekali bisa berbincang lagi setelah sekian lama,” kata Pak Huntara sambil berdiri, mengajak Abiya untuk melangkah.
“Jangan sungkan, Pak Huntara. Kalau ke Jakarta lagi, pasti saya ajak lagi. Rumah saya selalu terbuka untuk Papi dan Abiya,” jawab Pak Ali dengan tulus.
Pak Huntara mengangguk, “Tentu, Pak Ali. Kita pasti akan sering bertemu. Terima kasih banyak sudah menyambut kami dengan hangat.”
Mereka pun berpamitan dan melanjutkan perjalanan. “Papi, seru banget ketemu Pak Ali ya?” tanya Abiya di perjalanan pulang.
“Senang banget, Nak. Papi juga kangen banget sama dia. Hari ini sangat menyenangkan,” jawab Pak Huntara dengan senyum lebar.
Setelah itu, perjalanan mereka berlanjut menuju PT. Citra Demi Gisela di Pondok Kelapa, Jakarta. Jakarta, meskipun sibuk dan penuh dengan hiruk-pikuk, selalu memiliki kenangan bagi Pak Huntara. Setiap sudut kota ini mengingatkan dia pada masa muda, saat ia masih kuliah dan menjalani hari-hari penuh dengan semangat dan cita-cita. Kini, liburan bersama Abiya memberinya kesempatan untuk menghidupkan kembali kenangan itu, sekaligus mempererat hubungan dengan anak semata wayangnya.
Bagi Pak Huntara, liburan ini bukan hanya tentang tempat-tempat yang mereka kunjungi, tetapi juga tentang menghabiskan waktu bersama orang yang paling ia cintai. Setiap momen bersama Abiya adalah hadiah yang tak ternilai, dan liburan kali ini menjadi kesempatan berharga untuk semakin mendekatkan diri satu sama lain, sambil menikmati kebersamaan dan kehangatan keluarga.
Pak Huntara senang bertemu sahabat lama nya dengan pak Ali
Setelah saya membaca ini, saya belajar akan lebih menghargai waktu..
Pesan untuk penulis: Terimakasih telah mengingat kan kepada sahabat lama
Cerpen ini menceritakan tentang 2 orang yang bersahabat yang sudah lama tidak bertemu dan akhirnya akan bertemu kembali.
Pelajaran yang kita dapat betapa indahnya persahabatan